TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah menunda pembentukan daerah otonomi baru pada 2017. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan penundaan tersebut disebabkan pengetatan anggaran dan keterbatasan ruang fiskal pemerintah pada 2016.
Namun Ketua Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Akhmad Muqowam menilai keterbatasan anggaran dan fiskal seperti yang dikatakan Tjahjo tidak logis. Menurut dia, untuk pemekaran sekitar 200 daerah dibutuhkan dana Rp 40 triliun. Nilai anggaran ini, kata dia, terlalu kecil dibandingkan total anggaran pemerintah yang Rp 2.100 triliun.
"Menurut saya, tidak logis kalau pemerintah tidak punya fiskal untuk pemekaran daerah," kata Akhmad Muqowam di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 4 Oktober 2016.
Baca: Dahlan Iskan Dikaitkan dengan Dimas Kanjeng, Ini Ceritanya
Menteri Tjahjo menuturkan tertundanya 87 daerah otonomi baru juga terjadi karena adanya permasalahan batas wilayah ataupun penentuan ibu kota kabupaten yang masih terjadi perselisihan. Kementerian Dalam Negeri, kata dia, mendapat permintaan pemekaran dari 213 daerah otonomi baru.
Simak: Hacker Videotron Porno Ditangkap
Namun pemerintah belum bisa meloloskan permintaan tersebut karena kondisi perekonomian negara belum bagus. Tjahjo menjamin hak konstitusional dari setiap daerah tersebut. "Tapi perlu juga dipahami momentumnya belum tepat mengingat kondisi ekonomi makro dan terbatasnya ruang fiskal saat ini," ujar Tjahjo.
Baca juga: Kematian-kematian Tak Wajar di Sekitar Dimas Kanjeng
Tjahjo berharap kondisi keuangan pada 2017 membaik sehingga pembentukan daerah otonomi baru tak membebani keuangan daerah. Tjahjo juga mengatakan pihaknya menganalisis dampak kebutuhan daerah pada tahap pembentukan, pelaksanaan, dan pasca-persiapan daerah baru. "Kami akan tetap memberi perhatian, tapi momentumnya tidak pas karena kami tidak ingin membebani daerah induk," tutur Tjahjo.
ARKHELAUS W.