TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode Muhammad Syarif tak keberatan dengan adanya diskresi yang dikeluarkan kepala daerah. Asal, dia melanjutkan, diskresi yang dikeluarkan mengikuti aturan yang berlaku.
Diskresi merupakan kebijakan yang diambil pejabat daerah untuk mengatasi persoalan yang tak diatur dalam undang-undang. Contoh diskresi yang sering disebut adalah diskresi Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terkait dengan proyek-proyek di pemerintah daerah.
Menurut Laode, diskresi hanya boleh jika: (1) tidak adanya peraturan di undang-undang, (2) dilakukan untuk kepentingan umum, dan (3) tidak boleh memperkaya diri sendiri dan orang lain. "Kalau tiga syarat itu sudah dipenuhi, oke-oke saja," kata Laode di kantor KPK, Selasa, 4 Oktober 2016.
Baca: Ketua KPK (2): Kontribusi Tambahan Harusnya Masuk APBD
Diskresi yang dikeluarkan Ahok berupa penukaran sejumlah proyek di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Proyek-proyek itu di antaranya pembangunan dan pengadaan mebel rumah susun sederhana sewa (rusunawa) di Daan Mogot, Jakarta Barat; pengadaan rumah pompa dan fasilitasnya; serta penertiban kawasan prostitusi Kalijodo.
Baca: Pengakuan Ahok tentang Setoran Kontribusi Podomoro
Penggarapan proyek dilakukan PT Muara Wisesa Samudera. Anak usaha PT Agung Podomoro Land itu juga ikut menggarap proyek reklamasi. Sebagai ganti penggarapan proyek di Pemerintah Provinsi, Ahok akan mengurangi kontribusi tambahan yang harus dibayar pengembang reklamasi sejumlah proyek yang digarap.
Laode mengatakan saat ini lembaganya masih meneliti diskresi yang diterbitkan Ahok. "Itu masih diteliti KPK," ujarnya.
MAYA AYU PUSPITASARI
Baca Juga:
Ini 4 Penyebab Tren Elektabilitas Ahok Terus Menurun
Dahlan Iskan Dikaitkan dengan Dimas Kanjeng, Ini Ceritanya