TEMPO.CO, Mataram - Dari 1.071.722 hektare hutan di Nusa Tenggara Barat, lebih dari separuh, atau 555. 427 hektare, merupakan lahan kritis. Rinciannya, 154.358 hektare kategori kritis dan 401.609 hektare agak kritis. Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat bekerja sama dengan Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat, Komando Resor Militer 162 Wirabhakti, dan Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat memperkuat penegakan hukum untuk memberantas tindak perusakan hutan.
Kepala Dinas Kehutanan Nusa Tenggara Barat Husnanidiaty Nurdin mengatakan dalam sebulan terakhir ini pihaknya sudah menindak 27 kasus yang menyangkut 1.817 batang kayu jati log dan 2.946 batang kayu jati olahan di Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Dompu. "Ini terjadi karena pembalakan liar dan perdagangan ilegal," kata Husnanidiaty, Selasa, 4 Oktober 2016.
Selama ini, luas hutan di Nusa Tenggara Barat mencapai 1.071.722 hektare, yang terdiri atas hutan lindung seluas 449.141 hektare, hutan produksi 448.946 hektare, dan hutan konservasi 173.636 hektare.
Menurut Husnanidiaty, kerusakan hutan harus ditekan karena jika terjadi hujan deras berpotensi menimbulkan tanah longsor. Selain ancaman bencana, kerusakan hutan telah menyebabkan flora dan fauna menjadi langka, rusaknya habitat, dan turunnya potensi kawasan.
Husnanidiaty juga menengarai adanya kepemilikan lahan di dalam hutan yang diperkuat dengan adanya sertifikat tanah. "Karenanya, kami minta laporan masyarakat jika terjadi kepemilikan lahan di dalam hutan," ujarnya.
Soal kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat melakukan penguatan kelembagaan. Mereka membentuk 11 unit Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) yang merupakan penggabungan 20 KPH sebelumnya.
SUPRIYANTHO KHAFID