TEMPO.CO, Jakarta - Ketua perkumpulan pemerhati warga miskin kota, Forum Warga Kota Jakarta, Azas Tigor Nainggolan mengkritik rencana Kementerian Keuangan atas rencana Menteri Keuangan yang menaikkan tarif cukai rokok pada 2017. Rencana kenaikan cukai rokok sebesar 10,54 persen dianggap tindakan setengah hati. Pasalnya, harga rokok diperkirakan tetap terjangkau oleh masyarakat.
Tigor menganggap kenaikan cukai rokok sebesar itu sangat bertentangan dengan tujuan pengenaan cukai sebagai pengendalian konsumsi. "Konsumen tetap rokok yang mayoritas warga miskin kota masih dapat membelinya, bahkan anak-anak usia sekolah yang kini mulai banyak menjadi konsumen rokok masih bisa membeli rokok dengan cara 'ketengan' ataupun dengan sistem patungan dengan teman-temannya," kata Tigor melalui keterangan tertulisnya, Senin, 3 Oktober 2016.
Pada 2017, Pemerintah berencana menaikkan tarif cukai rokok rata-rata sebesar 10,54 persen. Kenaikan tarif terbesar diberlakukan untuk rokok jenis hasil tembakau Sigaret Putih Mesin (SMT), yaitu 13,46 persen. Sementara tarif terendah, yaitu 0 persen rokok jenis hasil tembakau Sigaret Kretek Tangan (SKT). Pemerintah pada tahun ini telah menaikkan tarif cukai rokok sebesar 11,19 persen.
Baca: Tahun Depan Tarif Cukai Rokok Naik Jadi 10,54 Persen
Menurut Tigor, berdasarkan data Global Youth Tobacco Survey, jumlah perokok remaja dengan rentang usia 13-15 tahun mencapai 41 persen pada remaja laki-laki dan 6,4 persen pada remaja perempuan. “Pemerintah jangan terus-menerus memberikan perlakuan istimewa kepada Industri Rokok, pikirkan juga kesehatan rakyatnya," ujarnya.
Karena itu, Forum Warga Kota Jakarta meminta pemerintah menaikkan cukai rokok lebih dari 20 persen atau Pemerintah setidaknya secara bertahap menaikkan harga rokok sehingga jauh dari daya beli warga miskin dan anak-anak. Kedua, Pemerintah diminta melihat cukai sebagai bentuk pengendalian produk-produk berbahaya.
"Produk berbahaya maksudnya seperti rokok yang secara jelas dikatakan sebagai produk yang 'MEMBUNUHMU' dalam kemasannya, dan bukan hanya dari sisi cukai sebagai sumber pemasukan negara saja," kata Tigor.
Selain itu, Pemerintah diminta tidak lagi memberikan perlakuan istimewa pada produk tembakau. Produk tembakau, imbuh Tigor, harus diperlakukan sama seperti barang kena cukai lainnya. Selain itu, ia berharap Undang-undang Cukai terkait cukai hasil tembakau direvisi.
"Awalnya paling tinggi 57 persen menjadi paling rendah 57 persen atau setidaknya sama dengan cukai minuman beralkohol," tuturnya.
INGE KLARA