TEMPO.CO, Semarang-Sejumlah bekas pengikut organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) di daerah mengadukan diskriminasi pelayanan publik kepada Ombdusman Republik Indonesia perwakilan Jawa Tengah. Mereka mengaku dipersulit saat mengurus dokumen kependudukan, seperti membuat kartu tanda penduduk (KTP) dan surat keterangan mencari kerja.
“Kami dipersulit saat mengurus e-KTP maupun saat membuat surat keterangan kelakuan baik untuk kerja,” kata juru bicara bekas anggota Gafatar, Dedi Setiawan, di kantor Ombudsman Jawa Tengah, Senin 3 Oktober 2016.
Menurut Dedi dia dan kawan-kawan sulit mengurus surat berkelakuan baik di kelurahan maupun kepolisian karena eks anggota Gafatar itu dianggap pernah melakukan tindakan kriminal. “Padahal organisasi Gafatar sudah bubar dan tak pernah merugikan orang lain,” kata Dedi.
Diskriminasi juga terjadi hingga ke lingkup RT, RW dan kelurahan saat mereka hendak mengurus administrasi. Menurut Dedi para aparatur desa dan rukun tetangga memaksa mantan Gafatar membuat surat pernyataan tidak pernah melakukan tindakan kriminal saat mengurus surat keterangan.
Dedi menduga diskriminasi terhadap bekas pengikut Gafatar berkaitan dengan surat keputusan bersama tiga menteri yang menyebutkan bahwa organisasi tersebut dilarang. “Yang kemudian diterjemahkan keliru oleh aparat instansi kependudukan dan kelurahan hingga tingkat RT dan RW,” katanya.
Dia mengimbuhkan bekas Gafatar di daerah-daerah, seperti di Kabupaten Kudus, Semarang dan Kota Solo juga mengalami diskriminasi sosial. Tak jarang mereka didatangi aparat kepolisian tanpa alasan jelas serta mendapat stereotip sesat dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Pelaksana Tugas Ombudsman Kantor Perwakilan Jawa Tengah Sabarudin Hulu mengatakan segera memeriksa semua aduan yang telah disampaikan. Menurut Sabarudin, jika terbukti, maka pemerintah dan aparatur pemberi layanan di daerah bisa kena maladminstrasi.
“Kami segera cek di daerah, termasuk mengumpulkan kepala daerah yang ada warganya mantan Gafatar. Karena sebelumnya kepala daerah mengaku siap melindungi,” kata Sabarudin.
Sabarudin juga akan melapor ke Ombudsman pusat untuk mengevaluasi SKB tiga menteri yang dinilai merugikan bekas anggota Gafatar. “Sikap itu kami lakukan karena Ombudsman punya hak memberikan saran ke presiden dan DPR maupun kepala daerah jika kebijakan yang dilakukan pemerintah keliru,” kata Sabarudin.
EDI FAISOL