TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Agama Dewan Perwakilan Rakyat Sodik Mudjahid mengatakan pemerintah harus mengevaluasi program pendidikan, pembinaan agama, dan pengentasan kemiskinan bagi masyarakat. Musababnya, kata dia, banyak kasus penipuan berkedok agama seperti perkara Dimas Kanjeng Taat Pribadi di Probolinggo, Jawa Timur.
Apalagi, politikus Gerindra ini melanjutkan, fenomena seperti Dimas Kanjeng sering terjadi di Indonesia sejak Orde Lama hingga Reformasi. Contohnya, kata Sodik, dari kasus bayi ajaib yang dapat memberikan fatwa sampai munculnya orang yang mengaku sebagai nabi. "Semua kasus itu selalu terkait dengan agama, mistis, dan kondisi sosial-ekonomi masyarakat," ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin, 3 Oktober 2016.
Sodik berujar, dalam menjalankan aksinya, para pelaku selalu menggunakan agama, unsur mistis sebagai daya tarik, dan melibatkan masyarakat ekonomi kelas bawah. Jika pembinaan agama dilakukan dengan baik, menurut dia, masyarakat bisa menolak fenomena yang tidak sesuai dengan rukun iman.
Selain itu, Sodik meminta pemerintah agar pendidikan masyarakat tidak sekadar baca tulis, tapi mengedepankan kecerdasan logika dan emosi. "Agar dapat terbebas dari penipuan berciri agama dan mistis," ucap Sodik.
Sodik melanjutkan, pemerintah juga harus mengevaluasi program pengentasan kemiskinan. Apalagi, menurut dia, masyarakat miskin lebih tertarik pada hal-hal mistis ketimbang program yang digulirkan pemerintah. "Kalau tidak dievaluasi semuanya, pemerintah membiarkan masyarakat tetap terbelakang dan jadi sasaran penipuan berkedok agama dan mistis," katanya.
Dimas Kanjeng Taat Pribadi menjadi topik pemberitaan belakangan ini. Sebab, dia dilaporkan pengikutnya atas dugaan penipuan karena mengaku dapat menggandakan uang.
Tidak hanya itu, Dimas Kanjeng ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan pengikutnya. Diduga muridnya tersebut dibunuh lantaran dianggap akan membocorkan kebohongan Dimas Kanjeng.
AHMAD FAIZ