TEMPO.CO, Surabaya - Tiba-tiba saja, nama pimpinan Padepokan Dimas Kanjeng di Probolinggo, Jawa Timur, Taat Pribadi, 46 tahun, menyeruak ke publik.
Tokoh yang disebut-sebut mampu menggandakan uang itu, ditangkap Kepolisian Daerah Jawa Timur.
Wakil Kepala Polda Jawa Timur Brigadir Jenderal Gatot Subroto langsung memimpin penangkapan Taat Pribadi yang memiliki ribuan murid, mayoritas dari luar Jawa itu, pada Kamis, 22 September 2016, pukul 01.00-08.30 WIB.
Tidak tanggung-tanggung, penangkapan juga diikuti Kepala Satuan Brigade Mobil Daerah Jawa Timur Komisaris Besar Rudi Kristianto, Kepala Kepolisian Resor Probolinggo Ajun Komisaris Besar Arman Asmara Syarifuddin, dan Komandan Distrik Militer 0820/Probolinggo Letnan Kolonel Infanteri Hendhi Yustian Danang Suta, dengan melibatkan enam personel satuan setingkat kompi (SSK) Satuan Brimob Polda Jawa Timur.
Baca: Dimas Kanjeng dan 8 Pengikutnya Jadi Tersangka Pembunuhan
Bahkan, penangkapan tokoh yang sempat memikat sejumlah tokoh nasional itu, juga didukung ratusan personel Sabhara dari Polres Jember, Polres Madiun, Polres Sidoarjo, Polres Malang, Polres Bojonegoro, dan Polres Probolinggo. Sebuah penangkapan yang dramatis.
Benarkah Taat Pribadi mampu menggandakan uang hingga miliaran rupiah? Tidak ada yang tahu persis, tapi ada dua korban penipuan oleh pimpinan Padepokan Dimas Kanjeng itu yang sudah melapor ke polisi.
Satu korban penipuan melapor ke Markas Besar Kepolisian Negera Republik Indonesia dan satu lagi korban atas nama Suprayitno melapor ke Polda Jawa Timur. Nilai penipuan yang dilaporkan itu mencapai Rp 830 juta dan Rp 1,5 miliar.
Ada pula korban dari luar Jawa yang tertipu miliaran rupiah, tapi dia belum melapor ke polisi.
Taat diketahui memang membuka praktek penggandaan uang dengan sistem multilevel marketing (MLM), yakni per orang menyetor uang Rp 25 juta dan dikumpulkan kepada orang kepercayaannya.
Baca: Dimas Kanjeng dan Peti Ajaib Pengganda Uang, Isinya...
Hal itu diakui Bibi Resemjan, 41 tahun, yang merupakan istri korban pembunuhan yang diduga dilakukan pimpinan Padepokan Dimas Kanjeng, yakni Ismail Hidayah.
Istri Ismail mengaku almarhum suaminya tidak kunjung pulang pada 2 Februari 2015 dan baru diketahui sudah menjadi mayat setelah setahun lebih.
"Suami saya menjadi pengikut Dimas Kanjeng sejak 2010 dan pada awalnya kami sekeluarga tidak mengetahui bahwa tugas suami saya sebagai pengikut Dimas Kanjeng adalah merekrut pengikut baru dengan modus menggandakan uang," kata Bibi.
Sejak 2010 hingga 2015, suaminya kerap mengadakan pertemuan bersama Dimas Kanjeng dan para pengikutnya di rumahnya.
Rata-rata pengikut membayar uang mahar kepada dukun pengganda uang asal Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo, itu melalui suaminya.
"Yang saya tahu, uang milik pengikut baru yang disetorkan kepada Dimas Kanjeng sebagai uang mahar selama 2010-2015 sekitar Rp 40 miliar, itu yang saya tahu. Uang sebanyak itu kesemuanya dari para pengikut baru Dimas Kanjeng," ujar Bibi.
Karena itu, Bibi bersyukur sekali dengan penangkapan Dimas Kanjeng serta para pengikutnya. "Jika tidak segera ditangkap bisa saja akan terus bertambah korban yang dibunuh, dan juga korban penipuan dengan modus penggandaan uang itu," katanya.
Namun, banyak cerita misteri yang berkembang di tengah masyarakat seputar kemampuan Taat Pribadi dalam menggandakan uang itu, meski dalam prakteknya tidak lebih dari sistem MLM tersebut.
Bahkan tokoh nasional sekaliber Marwah Daud Ibrahim (ICMI) pun mempercayai bila Taat Pribadi mampu "memindahkan" uang dalam tempo sekejap.
"Kan bukan saya yang ngomong," kata Taat Pribadi yang ditirukan Kapolda Jawa Timur Insektur Jenderal Anton Setiadji dalam Silaturahim Kapolda Jatim dan Wartawan, Selasa, 27 September 2016.
Simak lainnya: Marwah Daud Ibrahim Bandingkan Dimas Kanjeng dengan Habibie
Taat Pribadi yang sudah ditahan di Mapolda Jawa Timur itu, juga memberikan jawaban yang sama saat ditanya penyidik bahwa dia disebut pengikutnya sedang berada di Mekkah, bukan di tahanan Mapolda Jawa Timur. "Kan bukan saya yang ngomong," katanya kepada penyidik.
Kesan berkelit dan menyalahkan orang lain juga ditunjukkan Taat Pribadi saat bertemu wartawan, Kamis, 29 September 2016, dan ditanya soal uang miliaran rupiah milik beberapa orang itu. "Saya kembalikan kalau diminta," ujar Taat berjanji.
Jajaran Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Timur tidak menunggu adanya laporan penipuan, tapi langsung mengusut kasus pembunuhan yang diduga kuat atas perintah dari pemimpin Padepokan Dimas Kanjeng di Probolinggo itu.
Bahkan, penyidik Subdirektorat III/Kejahatan dan Kekerasan Ditreskrimum Polda Jawa Timur sudah melimpahkan berkas acara pemeriksaan atau BAP kasus pembunuhan dengan empat tersangka itu, ke jaksa penuntut Kejakasaan Tiinggi Jawa Timur di Surabaya, 29 September 2016.
"Ada dua kasus pembunuhan yang melibatkan pemimpin Dimas Kanjeng itu, yakni korban Abdul Gani dan Ismail Hidayat. Kami tangani kasus pembunuhan dengan korban Abdul Gani," kata Kasubdit III/Jatanras Ditreskrimum Polda Jawa Timur Ajun Komisaris Besar Taufik Herdiansyah.
Didampingi Kepala Urusan Mitra Penerangan Masyarakat Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jawa Timur Komisaris Rety, ia menjelaskan kasus pembunuhan dengan korban Ismail Hidayat ditangani Polres Probolinggo dan kasusnya juga sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Probolinggo.
Sebagian tersangka untuk kedua kasus pembunuhan itu memang ada yang sama.
Tidak hanya kasus hukum, Kapolda Jawa Timur Inspektur Jenderal Anton Setiadji bersama Gubernur Jawa Timur Soekarwo, Pangdam V/Brawijaya Mayor Jenderal I Made Sukadana, dan jajaran Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Jawa Timur juga merencanakan rehabilitasi korban "ajaran" padepokan itu.
"Saya sudah perintahkan Kapolres Probolinggo untuk menggelar pertemuan dengan Forkopimda setempat. Saya juga bertemu Gubernur Jatim dan Pangdam Brawijaya untuk membicarakan rehabilitasi korban padepokan yang dipimpin Taat Pribadi (46) itu," kata Kapolda Jawa Timur Anton di Mapolda Jawa Timur, Senin, 26 September 2016.
Setelah melepas delapan truk bantuan Bhayangkari Polda Jawa Timur untuk korban banjir di Garut, Kapolda Jawa Timur itu menjelaskan penanganan kasus Taat Pribadi alias Dimas Kanjeng tidak hanya penindakan hukum, tapi juga pada masalah dampak sosial dari praktek penggandaan uang yang dilakukannya.
"Banyak korban Taat Pribadi yang masih bertahan di Padepokan Kanjeng Dimas Taat Pribadi di Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo. Mereka kebanyakan berasal dari luar Jawa Timur, seperti Sumatera, Sulawesi. Kemungkinan, kami akan merehabilitasi mereka ke kampung halaman mereka di Sumatera, Sulawesi, dan sebagainya," kata Anton.
Rencana Kapolda Jawa Timur itu mendapat respons dari Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf. Untuk rehabilitasi padepokan, Wagub menyarankan bekas padepokan itu dimanfaatkan sebagai pondok pesantren atau sekolah, sehingga berguna untuk masyarakat.
"Kalau memungkinkan, lebih baik padepokannya digunakan sebagai pondok pesantren yang benar-benar mengajarkan pendidikan Islam dengan guru atau kiai sesungguhnya," ujar Gus Ipul, di Surabaya, Rabu, 28 September 2016.
Simak pula: Dimas Kanjeng dan 8 Pengikutnya Jadi Tersangka Pembunuhan
Padepokan tersebut milik Taat Pribadi. Polisi telah menggerebek dan menangkap pemiliknya pada Kamis pekan lalu, karena diduga terlibat dalam pembunuhan berencana terhadap mantan pengikutnya, sekaligus praktek penipuan dengan modus mampu menggandakan uang.
Gus Ipul mengaku prihatin dan menyayangkan masyarakat yang mempercayai praktek Kanjeng Dimas tentang penggandaan uang, karena hal itu dinilai tidak masuk akal dan tidak berdasarkan ilmu agama.
Dia mengimbau kepada siapa saja yang berniat mencari guru dan mendalami ilmu agama, untuk melihat terlebih dahulu rekam jejak serta dasar keilmuannya, termasuk dari figur yang mengaku "sakti" seperti Taat Pribadi sekalipun.
"Jangan karena omongan teman dan diiming-imingi sesuatu yang tak masuk akal, kemudian ikut-ikutan bergabung serta menaati semua yang diajarkan meski sesungguhnya di luar nalar dan ilmu. Cari guru yang paham agama," ujar Gus Ipul, yang juga Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama itu lagi.
ANTARA