INFO MPR - Usulan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) untuk memperkuat kewenangannya ditampung Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Selanjutnya, dari usulan yang diterima pimpinan MPR, materi tersebut akan dikaji Badan Pengkajian MPR.
Kendati demikian, menurut Wakil Ketua MPR RI Mahyudin, mewujudkan sistem bikameral seperti keinginan DPD tidak mudah.
“MPR akan mengkaji apakah sistem bikameral itu efektif. Tapi amandemen UUD untuk menuju sistem bikameral tidaklah mudah,” kata Mahyudin seusai memberi pengantar sosialisasi Empat Pilar MPR kepada KNPI Kabupaten Penajam Paser Utara di Graha Pemuda Penajam, Kalimantan Timur, Kamis, 29 September 2016.
Pada Selasa, 27 September 2016, pimpinan DPD Farouk Muhammad dan GKR Hemas mengadakan konsultasi dengan pimpinan MPR dan pimpinan fraksi di MPR berkaitan dengan usulan amandemen kelima UUD di Ruang Rapat Pimpinan MPR, gedung Nusantara III lantai 9, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Dalam konsultasi itu, Farouk Muhammad menyerahkan berkas pemikiran usulan DPD untuk amandemen kelima UUD, khususnya penguatan kewenangan DPD.
DPD ingin ada penguatan peran DPD selama ini berkaitan dengan pembuatan undang-undang. DPD ingin terlibat langsung dalam pembuatan atau bisa membuat langsung undang-undang, khususnya yang berkaitan dengan kepentingan daerah.
Dengan usulan itu, Mahyudin menangkap keinginan DPD membangun sistem parlemen menjadi sistem bikameral. “Ada kamar DPR, ada kamar DPD. DPR memiliki kamar sendiri. DPD juga memiliki kamar sendiri dalam pembuatan undang-undang," ujarnya.
Pimpinan MPR, kata Mahyudin, tidak bisa mengambil keputusan. “Untuk mengamandemen UUD silakan saja bekerja mengusulkan. Usulan harus dari sepertiga anggota MPR dan diajukan dalam sidang yang dihadiri dua pertiga anggota. Keputusan harus disetujui setengah plus satu anggota MPR yang hadir,” katanya memaparkan.
Usulan yang diterima baru berasal dari kelompok DPD. Sementara jumlah anggota DPD sebanyak 132 orang senator belum mencapai sepertiga anggota MPR. Untuk mewujudkan amandemen ini, DPD membutuhkan dukungan partai politik.
“Anggota DPR adalah dari partai politik. Yang menjadi pertanyaan, bersediakah mereka berbagi dalam pembuatan undang-undang yang berkaitan dengan kepentingan daerah,” ujarnya. (*)