TEMPO.CO, Surabaya - Pemimpin Pedepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi menyatakan akan mengembalikan uang yang sudah disetorkan santrinya. "Jangan khawatir, saya akan kembalikan," katanya saat digelandang penyidik ke ruang Subdirektorat Kejahatan dengan Kekerasan Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Jawa Timur, Rabu, 28 September 2016.
Taat yang menggunakan baju tahanan mengakui bisa menggandakan uang. "Insya Allah, begitulah," ujarnya di hadapan belasan wartawan. Dia mengaku bisa menggandakan uang dengan ilmu yang ia punya. Hal itu sudah dilakukannya sejak 2006.
Menurut Taat, menggandakan uang dilakukannya dengan niat baik, yakni membantu ribuan santrinya yang berada di berbagai tempat di seluruh Indonesia. "Niat saya baik, untuk membantu mereka," tutur Taat sesaat sebelum masuk ruangan penyidik.
Kepala Subdirektorat Kejahatan dengan Kekerasan Ajun Komisaris Besar Taufik H.Z. mengatakan pemeriksaan terhadap Taat hari ini terkait dengan kasus penipuan. Status Taat masih sebagai saksi. "Pemeriksaan tambahan untuk kasus penipuan," ucapnya.
Polisi menangkap Taat di pedepokannya di Dusun Sumber Cengkelek, Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo, Kamis, 22 September 2016. Taat ditangkap karena diduga sebagai otak perencana pembunuhan dua pengikutnya: Abdul Ghani dan Ismail Hidayah. Penangkapan Taat melibatkan seribu lebih personel kepolisian.
Abdul Ghani dan Ismail Hidayah dibunuh dalam kurun waktu yang berbeda. Ditengarai, pembunuhan itu lantaran dua santrinya itu akan membongkar kedok Taat.
Untuk menghilangkan jejak, mayat Abdul Ghani dan Ismail Hidayah dibuang secara terpisah. Jasad Abdul Ghani dibuang di Wonogiri, Jawa Tengah. Sedangkan mayat Ismail Hidayah dibuang di Situbondo, Jawa Timur.
Setelah ditelusuri penyidik Polda Jawa Timur dan Kepolisian Resor Probolinggo, penemuan dua mayat itu ternyata ada hubungannya dengan Taat Pribadi. Sebelum menangkap Taat, polisi telah menetapkan sepuluh tersangka.
NUR HADI