TEMPO.CO, Yogyakarta - Badan Search And Rescue (SAR) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menjadi korban penipuan calo tanah. Uang untuk pembelian lahan 6.000 meter persegi justru diduga diembat oleh Dias Ardiyanto yang menjadi perantara pengadaan lahan untuk pos SAR di Gunung Kidul.
Dugaan penipuan itu sudah dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi DIY. "Laporan masuk pada Juli 2016, tersangka tidak kooperatif," kata Toni Tribagus Spontana, Kepala Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa petang, 27 September 2016.
Pada 15 Agustus 2016, Kejaksaan menetapkan Diaz sebagai tersangka. Badan SAR Nasional atau Basarnas Daerah Istimewa Yogyakarta akan membuat pos di Gunung Kidul dengan dana Rp 5,8 miliar dari anggaran 2015.
Uang itu telah diserahkan kepada Diaz. Alih-alih mendapatkan tanah, justru uang ditilap dan dibawa kabur oleh tersangka. Bukti-bukti perbuatan tersangka ini sudah ada di tangan para penyidik.
Tersangka mengaku diberi kuasa oleh para pemilik tanah yang bermaksud menjualnya ke Basarnas Daerah Istimewa Yogyakarta. Uang sudah dibayarkan oleh Basarnas pada akhir 2015.
Diaz menjadi buronan karena setiap dipanggil untuk diperiksa tidak datang. Bahkan para penyidik kejaksaan sudah mendatangi rumah tersangka, namun tidak pernah bertemu.
Pada Minggu, 25 September 2016, Diaz ditangkap oleh polisi karena ada laporan lain soal penipuan.Tim Kejaksaan Tinggi langsung berkoordinasi dengan Polda DIY dan langsung menahan yang bersangkutan.
"Tersangka kami tahan di Rumah Tahanan Wirogunan," kata Toni.
Diaz ini, kata Toni merupakan aktor utama dugaan penipuan ini. Dialah yang menawarkan tanah kepada Basarnas dan mengaku sebagai kuasa jual para pemilik lahan dengan mengantongi surat kuasa. Namun, setelah uang itu dibayarkan, pemilik lahan tidak menerima uang sepeserpun. "Bahkan pemilik tanah tidak memberikan kuasa jual kepada siapapun," kata Toni.
Toni menambahkan, dengan tertangkapnya tersangka ini, penyidik akan mengembangkan penyidikan, termasuk menelusuri aliran uang yang diterimakan kepada tersangka. Bahkan, kejaksaan akan menggandeng PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) guna mengetahui ke mana saja uang itu mengalir.
"Dari pengakuan tersangka, uang itu digunakan untuk keperluan pribadi, yang pasti kami akan mengamankan kerugian negara dulu," kata dia.
Meskipun penipuan, penyidik menjerat dengan pasal korupsi karena uang yang ditilap ini adalah uang negara. Peruntukannya jelas untuk pengadaan lahan pos tim SAR.
Penyidik menggunakan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Yaitu setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri yang dapat merugikan keuangan negara terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit maksimal Rp 1 miliar.
Dihubungi secara terpisah, Waluyo Raharjo, Kepala Kantor Basarnas Daerah Istimewa Yogyakarta menyatakan, pihaknya melaporkan kasus ini karena pembelian lahan untuk pos SAR tidak berjalan semestinya.
Ia menegaskan, telah menyerahkan proses hukum kepada kejaksaan. Pihaknya juga telah diperiksa sebagai saksi dalam kasus ini.
MUH SYAIFULLAH