TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris menilai terpilihnya tiga calon Gubernur DKI Jakarta 2017 merupakan kegagalan kaderisasi partai politik. "Karena ketiganya tidak mewakili partai," kata Haris di Kedai Kopi Deli, Jakarta Pusat, Selasa, 27 September 2016.
Haris mengatakan, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan memutuskan untuk mengusung calon inkumben Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Padahal, kata dia, PDI Perjuangan telah melakukan seleksi bakal calon gubernur yang mendaftar. "Tapi toh tidak digunakan," ujarnya.
Hal itu juga berlaku untuk partai-partai Koalisi Cikeas, yakni Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Persatuan Pembangunan. Empat partai tersebut mencalonkan Agus Harimurti Yudhoyono yang sebelumnya berkarier di dunia militer. Juga memasangkan Agus dengan Sylviana Murni yang merupakan seorang birokrat pemerintah DKI.
Sedangkan dua partai dalam Koalisi Kertanegara, yaitu Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera, diketahui mengusung mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan, yang bukan kader partai.
Haris mengatakan, penyebab adanya kegagalan kaderisasi adalah karena partai ingin segala sesuatunya cepat atau instan. Sebab, menurut dia, kaderisasi memerlukan waktu yang panjang. Misal, dia menyebutkan, setelah menjadi pengurus partai, harus bertingkat dari level tingkat desa, kecamatan, kemudian nasional, baru setelah itu menjadi calon pejabat publik.
Akibat kegagalan kaderisasi, Haris mengatakan, masyarakat sulit mengetahui dan membaca apa yang dijanjikan para calon gubernur, khususnya Agus dan Anies. Dia menuturkan, ada pasangan calon yang memang pernah berucap ingin menjadikan Jakarta lebih sejahtera, aman, dan sebagainya.
"Tapi hal itu bisa dikatakan siapa saja. Yang kita butuhkan adalah kebijakan alternatif apa yang ditawarkan untuk menuju masyarakat Jakarta yang lebih sejahtera, aman, nyaman, dan bebas," kata dia.
FRISKI RIANA