TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, yang mendampingi warga korban penggusuran di Papanggo, Jakarta Utara, dan Duri Kepa, Jakarta Barat, mengajukan uji materiil (judicial review) atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah tanpa Izin yang Berhak Atau Kuasanya. Pengacara LBH Jakarta, Alldo Fellix Januardy, mengatakan pengajuan uji materiil meminta Mahkamah Konstitusi meninjau pasal 2, pasal 3, pasal 4, dan pasal 6.
“Empat pasal itu melanggar hak konstitusional korban penggusuran," kata Alldo di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa, 27 September 2016. Menurut dia, pemerintah kerap berlindung di balik empat pasal itu untuk menggusur lahan sebagai tindakan ilegal dan bertindak diskriminatif terhadap warganya sendiri. Padahal, kata Alldo, legal atau tidaknya lahan harus dibuktikan dulu di pengadilan.
Dalam penggusuran, ujar Alldo, klaim sepihak sering terjadi dan penggusur merasa tidak perlu menunjukkan sertifikat dan proses musyawarah. "Penggunaan kekerasan dan aparat yang tidak berwenang pun dilakukan."
Di sisi lain, undang-undang itu dianggap sudah tidak relevan saat ini, mengingat latar belakang lahirnya perpu itu untuk kepentingan pertahanan dari maraknya pemberontakan pada masa itu. Karena itu, Alldo berharap MK bersikap arif dan mau mendengarkan aspirasi korban penggusuran.
Rojiyanto, warga Kelurahan Papanggo, Jakarta Utara, menuturkan warga korban penggusuran hanya mengharapkan keadilan dari pemerintah. Ia bersama sejumlah warga lainnya bukan target penggusuran. "Kami ini berada di luar Taman BMW dan tidak ada sosialisasi sebelum eksekusi penggusuran," ucap pria 38 tahun itu. Ia berharap, dengan uji materiil ke MK, hak-hak warga korban penggusuran, seperti ganti rugi, bisa terpenuhi.
ADITYA BUDIMAN