INFO MPR - Ketua Badan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI Ahmad Basarah menjelaskan kekuatan Pancasila sebagai ideologi. Ideologi Pancasila ini dibentuk atas dasar kesepakatan para pendiri bangsa.
“Kesepakatan itu tercapai karena Pancasila diyakini dapat mengantar Indonesia mencapai kemakmuran, keadilan, dan kesejahteraan,” ujarnya dalam Sosialisasi Empat Pilar MPR di Aula SMP Negeri 16, Jalan Cipto Mangunkusumo Teluk Betung Utara, Kota Bandar Lampung, Senin, 26 September 2016.
Dalam sosialisasi ini, MPR bekerja sama dengan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kota Bandar Lampung. Sebanyak 300 guru mengikuti sosialisasi tersebut.
Untuk mengetahui fungsi Pancasila sebagai ideologi bangsa, pertama kali yang harus dilakukan adalah meyakininya. Setelah yakin, baru dipelajari tentang Pancasila. “Pancasila itu tidak hanya dihafal, tapi dijadikan pedoman hidup berbangsa dan bernegara,” kata Basarah.
Dulu, di zaman Orde Baru, ada 36 butir Pancasila yang disosialisasikan melalui metode Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Namun, setelah rezim Orde Baru, butir-butir itu ditinggalkan karena dianggap tafsir rezim Orde Baru. “Ini sebenarnya pandangan yang keliru,” tuturnya.
Karena itu, MPR yang sekarang menjadi satu-satunya lembaga negara yang mendapat amanah mensosialisasikan Empat Pilar tidak ingin menafsirkan Pancasila. “Kita kembalikan kepada sejarah terbentuknya Pancasila,” katanya.
Basarah berharap, sosialisasi ini tidak berhenti di sini, tapi diteruskan kepada para pelajar sebagai penerus cita-cita Proklamasi.
Wali Kota Bandar Lampung Herman yang membuka acara sosialisasi ini juga meminta para peserta menyampaikan apa yang diperoleh ini diteruskan kepada murid-muridnya. Dengan harapan, sosialisasi ini diteruskan para murid di lingkungan keluarganya, termasuk kepada kedua orang tua mereka. “Kalau implementasi nilai-nilai Empat Pilar ini sampai di tingkat bawah, insya Allah negara kita aman dan tenteram,” katanya.
Adapun anggota MPR yang menjadi pemateri dalam sosialisasi ini adalah Ahmad Muzani, Abdul Kadir Karding, AM. Syafrudin, dan Abraham Riyanto. (*)