TEMPO.CO, Jakarta - Kantor Dewan Pewakilan Rakyat Daerah Kabupaten Gowa dibakar massa pengunjuk rasa, Senin siang, 26 September 2016. Aksi ini diduga dilakukan oleh sekelompok massa yang mengatasnamakan Masyarakat Peduli Kerajaan.
Insiden ini berawal dari kedatangan massa yang menggelar unjuk rasa di kantor perwakilan rakyat itu. Mereka mendesak legislator Gowa mencabut Peraturan Daerah Lembaga Adat Daerah (LAD).
Massa langsung masuk ke halaman kantor DPRD dan menggelar orasi secara bergantian. Meski begitu, tak ada legislator yang turun menemui massa. Aksi massa mulai beringas karena tidak sabar menungggu legislator. Mereka lalu merusak kaca jendela dan pintu masuk kantor.
Massa aksinya melakukan pembakaran di dalam ruang sidang utama. Api cepat menjalar ke seluruh ruangan di lantai satu hingga lantai gedung. Belum diketahui penyebab terjadinya kebakaran tersebut.
Koordinator aksi, Muhammad Ridwan menyatakan aksi ini merupakan yang kesekian kalinya dilakukan. Sudah sepekan massa dari keluarga kerajaan Gowa menuntut pencabutan Perda LAD. "Tapi tuntutan kami tidak pernah direspons," kata dia.
Bupati Gowa Adnan Purichta Ichsan Yasin Limpo menerbitkan Perda No 5 tahun 2016 tentang Lembaga Adat Daerah Kabupaten Gowa. Massa memprotes Perda tersebut karena pada pasal 1 poin 3 berbunyi, Bupati Gowa sebagai ketua Lembaga Adat Daerah yang menjalankan fungsi dan peran sombayya. Ini dianggap bertentangan dengan Undang-undang Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Ridwan mengatakan massa tidak akan beringas andaikan ada legislator yang turun menemui pengunjuk rasa. Apalagi, kata dia, pihak legislator telah menjanjikan untuk memenuhi permintaan mereka.
Menurut Ridwan, pihak kerajaan mendesak DPRD Gowa mencabut Perda Nomor 5 Tahun 2014. Perda tersebut telah disahkan pada 16 Agustus 2016 lalu.
Wakil Ketua DPRD Gowa, Abdul Haris Tappa, menyayangkan insiden itu. Menurut dia, seharusnya setiap unjuk rasa harus diberitahu kepada pihak dewan."Tapi demontrasi kali ini tidak ada informasi sama sekali," ujar Haris.
Dia mengatakan, setiap hari ada legislator yang tugas piket untuk melayani setiap aksi unjuk rasa. Hanya saja, kata dia, kali ini tim aspirasi tidak mendapat pemberitahuan agenda tersebut.
Haris mengatakan permintaan massa untuk mencabut Perda tersebut tidak dapat dipenuhi. Alasannya, tidak ada lagi kewenangan Dewan setelah perda disahkan. "Kalau mau dicabut yah ada mekanisme judicial review," ujar Haris.
ABDUL RAHMAN