TEMPO.CO, Jakarta - Terpidana mati penyelundupan 1,4 juta butir ekstasi asal Cina, Chandra Halim alias Akiong, buka-bukaan kepada Tim Pencari Fakta testimoni Freddy Budiman. Dari beberapa sumber, Tempo memperoleh rekaman percakapan antara Tim Pencari Fakta dan Akiong.
Awal mula terbentuknya tim ini adalah beredarnya tulisan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar. Tulisan ini beredar beberapa jam sebelum eksekusi mati Freddy pada akhir Juli lalu. Dalam catatan berjudul "Cerita Busuk dari Seorang Bandit" ini, Haris mengutip curhat Freddy, yang ditemuinya di Lembaga Pemasyarakatan Batu, Nusakambangan, Cilacap, medio 2014.
Salah satu isi tulisan tersebut memuat “pengakuan” Freddy bahwa ia pernah menyuap perwira polisi sebesar Rp 90 miliar. Pada awal Agustus lalu, Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian membentuk tim pencari fakta untuk menelisik cerita tersebut. Tim yang terdiri atas 15 polisi dan tiga warga sipil—Hendardi; anggota Komisi Kepolisian Nasional, Poengky Indarti; dan Effendi Gazali—ini diberi waktu 30 hari untuk bekerja.
Baca: Sindikat Narkoba Freddy Budiman, Kekuatan Besar Belum Tersentuh
Akiong masuk daftar prioritas tim karena ia sudah tiga kali berkongsi dengan Freddy. Terakhir kali, dari dalam LP Cipinang, keduanya bersekongkol menyelundupkan 1,4 juta ekstasi dari Cina pada 2012. Kasus inilah yang membawa keduanya pada hukuman mati.
Dari beberapa sumber, Tempo memperoleh rekaman percakapan Akiong dengan Tim Pencari Fakta. Salah satunya soal polisi yang "bekerja sama" dengan beberapa bandar. "Polisi minta tolong ke bandar menjualkan barang bukti narkoba," kata Akiong dalam rekaman.
Akiong mengatakan titip jual barang bukti merupakan praktek lazim. Bila menjual barang bukti dari polisi, bandar biasanya hanya memperoleh bagian sekitar 30 persen. Sedangkan bagian terbesar kembali ke saku aparat. "Ngasihnya enggak tunai. Lewat transfer dengan rekening identitas fiktif," ucapnya.
Baca: Beredar, Pengakuan Freddy Budiman Setor Rp 450 M ke BNN
Cerita Akiong klop dengan kasus narkotik yang terungkap pada April 2011. Kasus itu melibatkan Freddy Budiman dan anggota Polda Metro Jaya, Ajun Inspektur Dua Sugito. Dalam kasus ini, Freddy menjadi sumber informasi Sugito untuk menangkap Harun—bandar narkotik asal Malaysia.
Sugito meminta tolong kepada Freddy membeli barang bukti berupa 200 gram sabu. Kepada Freddy, Sugito menjelaskan bahwa uang hasil penjualan barang bukti itu untuk membiayai perburuan bandar narkotik besar lain. Freddy membayar barang sitaan itu Rp 140 juta.
Dalam nota pembelaan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Sugito mengatakan penjualan barang bukti narkotik kepada Freddy itu atas izin atasannya. Dalam kasus ini, Sugito dihukum 9 tahun penjara. Adapun Freddy dihukum penjara seumur hidup.
Simak: Soal Pengakuan Freddy Budiman, Ruhut: Mereka Jago Menipu!
Anggota Tim Pencari Fakta, Effendi Gazali, mengatakan ia sudah melaporkan semua temuan mereka ke Kepala Polri. Menurut Effendi, banyak temuan awal Tim Pencari Fakta yang bisa dikembangkan untuk membongkar kasus besar.
Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian mengatakan temuan Tim Pencari Fakta akan ditindaklanjuti Divisi Profesi dan Pengamanan Polri. "Akan kami dalami temuan mereka," tuturnya. Bila ada polisi yang bersalah, Tito berjanji menjatuhkan sanksi. "Sanksi sesuai dengan pelanggaran. Bisa etik, bisa pidana."
MAJALAH TEMPO
Baca juga:
Anies Bisa Kalahkan Ahok? Ini 5 Hal Mengejutkan di Pilkada DKI
Awas, Tiga Jebakan Ini Bisa Sebabkan Ahok Kalah