INFO NASIONAL - Akhir-akhir ini, sering terdengar kejadian turbulensi yang dialami pesawat saat penerbangan. Pada awal pekan Mei 2016 saja, dilaporkan dua pesawat asing mengalami turbulensi di wilayah Indonesia yang menyebabkan beberapa penumpang terluka.
Turbulensi pertama dialami pesawat Etihad Airways EY474 rute Abu Dhabi-Jakarta pada 4 Mei 2016 di atas Pulau Sumatera. Tiga hari kemudian, kejadian serupa dialami Hong Kong Airlines HX6704 rute Denpasar-Hong Kong. Kedua kejadian ini mengingatkan bahwa kondisi cuaca di setiap rute penerbangan berpengaruh serius terhadap kondisi penerbangan dan sangat penting diketahui.
Baca Juga:
Untuk itu, guna memahami aviation hazards and SIGMETs, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), bekerja sama dengan United Kingdom Meteorological Office, didukung Badan Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization, WMO) menyelenggarakan WMO/UKMO and BMKG Aviation Seminar 2016 bertema pemahaman aviation hazards atau gangguan cuaca yang berpengaruh signifikan terhadap keselamatan penerbangan. Gangguan cuaca bisa dalam bentuk thunderstorm, icing, turbulence, volcanic ash, dan fenomena cuaca berbahaya lain, yang memang terbukti pernah tercatat sebagai insiden pada operasional pesawat.
Kepala BMKG Andi Eka Sakya mengatakan seminar tersebut juga dilakukan karena adanya penegasan dari ICAO (International Civil Aviation Organization) yang mewajibkan setiap negara menunjuk unit MWO (Meteorological Watch Office), yang bertanggung jawab memberikan informasi fenomena cuaca berbahaya di rute penerbangan di wilayah udara yang menjadi tanggung jawabnya.
Eka menuturkan, di Indonesia sendiri, ada dua MWO, yaitu MWO Jakarta untuk melayani FIR (Flight Information Region) Jakarta dan FIR MWO Ujung Pandang untuk melayani FIR Ujung Pandang. Kedua MWO ini secara aktif menyediakan informasi fenomena cuaca berbahaya, seperti thunderstorm, volcanic ash, dan turbulence. “Informasi tersebut harus didiseminasikan secara internasional dan dimanfaatkan baik oleh pesawat domestik dan pesawat asing untuk keperluan perencanaan penerbangan,” katanya.
Baca Juga:
Dalam kaitan dengan pelaksanaan ini, ICAO dan WMO juga telah menetapkan standar minimal kompetensi dan kualifikasi personel meteorologi yang mengoperasikan dan menyediakan informasi untuk penerbangan sipil. Setiap negara anggota wajib memenuhi standar tersebut dan akan diaudit pelaksanaannya secara rutin oleh ICAO.
Pada 2013, ICAO mempublikasikan Global Air Navigation Plan (GANP) tahun 2013-2028. Di dalam GANP telah dicakup pula Aviation System Block Upgrades (ASBU) sebagai panduan tahapan bagi setiap negara untuk menentukan prioritas pembangunan hingga 15 tahun ke depan. Setiap negara diharapkan mampu memetakan program modernisasi teknologi penerbangan di negara masing-masing agar sejalan dengan GANP. Salah satu target awal GANP ASBU yang tertuang dalam blok 0 dengan periode implementasi dari 2013 hingga 2028 adalah tersedianya informasi fenomena cuaca berbahaya di rute penerbangan yang berpotensi mengganggu keselamatan penerbangan.
Jadi, kata Eka, tujuan utama dari seminar yang diselenggarakan pada 26-30 September 2016 ini adalah untuk memberikan pedoman dan bimbingan praktis teknik prakiraan meteorologi dalam rangka mendukung keselamatan penerbangan. Di sini, para ahli dari WMO dan UKMO akan menjelaskan pedoman tata cara pengamatan, prakiraan, dan pelaporan fenomena gangguan cuaca berbahaya terhadap penerbangan. Selain itu, mereka akan memberikan panduan pelaksanaan uji kompetensi terhadap personel meteorologi penerbangan untuk memastikan kualitas personel yang memberikan informasi meteorologi untuk penerbangan sesuai dengan ketentuan ICAO dan WMO.
Adapun kegiatan ini diikuti 20 negara yang sebagian besar merupakan negara Least Developed Country (LDC). Dalam upaya memberikan kontribusi secara nyata dan mendukung program-program WMO, terutama bagi Badan Meteorologi dari negara-negara kurang berkembang, BMKG menjadi tuan rumah seminar ini. (*)