TEMPO.CO, Jakarta - Anak terpidana mati Merry Utami, D. Christa meminta Kejaksaan Agung untuk memindahkan ibunya dari Lembaga Pemasyarakatan Cilacap, Nusakambangan. Permintaan ini diajukannya melihat kondisi fisik dan psikologi Merry yang semakin lemah. “Kondisinya sangat memprihatinkan, setiap malam tidak bisa tidur," kata Christa di Kejaksaan Agung Rabu 21 September 2016.
Christa membacakan surat ibunya tertanggal 19 September lalu. Dalam surat itu, disebutkan Merry sering terbangun saat malam dengan rasa ketakutan yang membuat jantungnya berdebar kencang "Jujur saya trauma mendengar kata Cilacap,” kata Christa membacakan surat itu.
Merry adalah satu dari sepuluh terpidana mati yang batal dieksekusi pada akhir Juni lalu. Christa meminta ibunya dipindahkan ke lapas Tangerang, seperti sebelum Merry ditempatkan di Nusakambangan. Christa, yang didampingi Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat, sudah pernah mengirim surat ke Kejaksaan Agung terkait pemindahan ini namun belum dibalas.
Pengacara LBH Masyarakat M. Afif Abdul Qoyim yang juga pengacara Merry, mengatakan Merry mengeluh menghadapi kondisi psikologi yang labil. Menurut Afif, penyakit asma dan darah tinggi Merry juga mulai kambuh. “Harapannya pemindahan membuat Merry pulih dari trauma,” kata Afif yang mengatakan sejak 29 Juli Merry masih berada di ruang isolasi.
Selain itu, Merry juga ingin mengikuti berbagai kegiatan di LP khusus perempuan di Tangerang, seperti tata busana, masak, olah vokal, dan rohani. Di LP Cilacap, Nusakambangan, tidak ada kegiatan semacam itu. "Hal ini membuat dia semakin drop,” kata Afif.
Kedatangan rombongan Christa dan Afif Rabu ini masih belum juga digubris Jaksa Agung, Jaksa Agung Tindak Pidana Umum dan Kepala Pusat Penerangan Hukum. Mereka hanya bertemu pegawai di bidang Hubungan Lembaga Kejaksaan Agung yang akan menjadwalkan audiensi mereka nanti.
Sebelumnya Merry divonis hukuman mati karena kedapatan membawa heroin sebanyak 1,1 kilogram di dalam tasnya. Dia ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta. Menurut pengakuannya, tas itu milik teman prianya asal Nepal. Merry telah menjalani hukuman 15 tahun penjara.
Perempuan asal Sukoharjo, Jawa Tengah, itu sempat menulis surat permintaan maaf kepada Presiden Joko Widodo. Surat yang ditulis di Cilacap, 26 Juli 2016 berisi penyesalan dan permohonan keringanan hukuman atau grasi.
REZKI ALVIONITASARI