TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia Miko Ginting menilai pemerintah perlu memasukkan "memperdagangkan pengaruh" sebagai delik baru dalam perangkat regulasi antikorupsi.
Komentar ini menyusul tertangkapnya Ketua Dewan Perwakilan Daerah Irman Gusman karena diduga memperdagangkan pengaruhnya untuk mendapatkan keuntungan.
Baca:
KPK Tolak Penangguhan Penahanan Irman Gusman
Pengacara Irman Gusman Minta KPK Periksa Dirut Bulog
Ternyata Penyuap Ketua DPD Irman Gusman Berstatus Terdakwa!
Miko mengatakan hingga saat ini hukum positif Indonesia belum mengakomodir ketentuan mengenai "memperdagangkan pengaruh". Ketentuan memperdagangkan pengaruh terdapat dalam Pasal 18 United Nations Convention Against Corruption (UNCAC).
Menurut Miko, ratifikasi UNCAC dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 belum cukup. Sebab, masih ada syarat untuk dibentuk ketentuan khusus guna mengimplementasikan delik memperdagangkan pengaruh.
"Pemerintah dan DPR seharusnya segera membahas ketentuan memperdagangkan pengaruh untuk diakomodir dalam hukum positif," kata Miko dalam pernyataan tertulisnya, Rabu 21 September 2016. Tujuannya adalah agar kasus dengan pola serupa di kemudian hari dapat dijerat dengan delik memperdagangkan pengaruh.
"Dalam kasus Luthfi Hasan Ishaaq, penuntut umum KPK menyinggung soal mempengaruhi, tetapi dakwaan yang diterapkan tetap delik penyuapan," ujar Miko. Ia berharap dalam kasus Irman Gusman, KPK bisa membongkar jaringan dan tokoh yang terlibat.
Irman Gusman diduga menerima uang Rp 100 juta dari Direktur Utama CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto. Xaveriandy meminta bantuan Irman mendapat jatah gula impor dari Badan Urusan Logistik untuk didistribusikan di Sumatera Barat.
Wakil Ketua KPK La Ode Muhammad Syarif mengatakan tindakan Irman serupa dengan memperdagangkan pengaruh. Sebab, dalam pemberian jatah gula impor, Irman tak punya kewenangan sama sekali.
MAYA AYU PUSPITASARI