TEMPO.CO, Mojokerto – Akibat terpapar polusi pabrik peleburan besi dan baja, jumlah siswa Sekolah Dasar (SD) Negeri Mojolebak, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, berkurang drastis. “Tahun ini saja hanya ada 20 murid baru dan sepuluh anak sudah pindah ke sekolah lain,” kata Kepala SD Mojolebak Taryono, Selasa, 20 September 2016.
Taryono mengaku menjabat Kepala SD setempat sejak Juni 2016 dan polusi yang dirasakan sudah berlangsung lama yakni sejak 2009. Menurut dia, SD Negeri Mojolebak merupakan gabungan dari SD Negeri Mojolebak I dan II yang masih satu lokasi. “Karena dari tahun ke tahun jumlah murid berkurang, maka digabung jadi satu sekolah saja,” katanya.
Jumlah siswa yang berkurang drastis itu akibat polusi udara yang mengganggu penglihatan dan pernapasan siswa. Dulu, jumlah siswa SD setempat dari kelas 1 sampai kelas 6 bisa mencapai 300 anak. “Namun sekarang hanya tersisa 179 anak,” kata Taryono. Rata-rata siswa pindah ke SD di desa tetangga yang lebih aman atau tidak terpapar polusi.
SD tersebut terpapar polusi pabrik peleburan besi dan baja yang hanya berjarak sekitar 40 meter dari sekolah dan hanya dipisahkan dengan kebun tebu. Polusi pabrik tersebut sudah berlangsung lama dan sempat diprotes masyarakat setempat yang juga terpapar pada Oktober 2014. Meski sudah ada perbaikan pengendalian pencemaran dari perusahaan, namun dampak pencemaran masih dirasakan dan mengganggu kehidupan manusia sekitar.
Pabrik tersebut mengeluarkan asap dan partikel yang menggangu penglihatan dan pernafasan. “Siswa terpaksa pakai masker dan dahak kita bisa hitam kalau menghirup udara yang tercemar,” kata Taryono. Bahkan terkadang siswa sampai tak sekolah karena mengalami sakit akibat terpapar polusi. “Kami takutnya mereka kena ISPA."
Kecamatan Jetis memang termasuk kawasan industri di Kabuaten Mojokerto. Di kecamatan ini berdiri puluhan industri berskala besar dan menengah. Namun aspek pengolahan limbah dan pengendalian pencemaran kurang diperhatikan.
Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Mojokerto Zainal Arifin mengatakan petugas BLH sudah melakukan verifikasi ke lapangan baik ke lokasi sekolah maupun ke pabrik baja tersebut. “Hari ini petugas juga sudah mengambil sampel udara ambien dan udara emisi. Hasil uji normalnya akan diketahui sepuluh hari ke depan,” tutur dia.
Udara ambien adalah udara sekitar yang terdapat di lapisan troposfer yang sehari-hari dihirup manusia. Dalam keadaan normal, udara ambien ini akan terdiri dari gas nitrogen 78 persen, oksigen 20 persen, argon 0,93 persen, dan gas karbon dioksida 0,03 persen. Sedangkan udara emisi adalah udara yang langsung dikeluarkan oleh sumber emisi seperti knalpot kendaraan bermotor dan cerobong gas buang pabrik.
Manajemen pabrik baja tersebut belum bisa dikonfirmasi atas pencemaran yang mengganggu lingkungan terutama siswa sekolah tersebut.
ISHOMUDDIN