TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif menilai sah surat penetapan tersangka Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam dalam kasus korupsi penyalahgunaan wewenang perizinan tambang PT Anugrah Harisma Barakah. Hal ini diungkapan setelah Nur Alam mengajukan gugatan praperadilan dengan dalil penetapan statusnya sebagai tersangka tak sah karena diteken penyidik non-polisi.
"Yang menetapkan tersangka NA adalah KPK. Suratnya ditandatangani direktur dan deputi yang dua-duanya berasal dari kepolisian serta pimpinan KPK," kata Laode melalui pesan pendek, Selasa, 20 September 2016.
Kuasa hukum Nur Alam, Maqdir Ismail, menilai surat penetapan tersangka atas nama kliennya diteken oleh penyidik Novel Baswedan, penyelidik Harun Al Rasyid, dan Direktur Penyelidikan KPK Herry Mulyanto. Ketiga nama tersebut, menurut dia, sudah bukan polisi aktif. “Dengan begitu, mereka tidak sah menjadi penegak hukum, ini diatur di Undang Undang KPK,” kata Magdir.
Gugatan praperadilan Nur Alam mengambil dalil yang sama dengan tersangka kasus korupsi kelebihan pajak Bank BCA, Hadi Poernomo. Mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan tersebut menilai penyelidik dan penyidik yang menangani kasusnya tak sah lantaran sudah keluar dari kepolisian. Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Haswandi kemudian mengabulkan gugatan dan menilai seluruh proses penyelidikan serta penyidikan kasus Hadi Poernomo tak sah.
Meski demikian, pimpinan KPK Alexander Marwata mengatakan lembaganya siap menghadapi praperadilan yang diajukan Nur Alam. Dia juga menilai, hakim yang akan memimpin sidang praperadilan tersebut belum tentu memiliki penilaian dan keyakinan serupa hakim Haswandi yang menangani gugatan Hadi Poernomo.
"Tergantung keyakinan hakimnya, putusan hakim kan tidak tergantung pada putusan hakim sebelumnya," ucap Alexander.
KPK menetapkan Nur Alam sebagai tersangka dengan tuduhan menyalahgunakan wewenang dalam menerbitkan surat keputusan perizinan tambang terhadap PT Anugrah Harisma Barakah, 2010-2014. Perusahaan tambang itu menambang nikel di dua kabupaten, Buton dan Bombana.
Atas penerbitan SK tersebut, Nur Alam diduga telah menerima puluhan miliar rupiah sebagai imbalan. Akibat perbuatannya, Nur Alam disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.
MAYA AYU PUSPITASARI