TEMPO.CO, Surabaya -– Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Pemerintah Kota Surabaya menyelenggarakan acara rekonstruksi perobekan bendera di Hotel Majapahit, Surabaya, Senin 19 September 2016. Acara yang dihadiri Wali Kota Tri Rismaharini tersebut merupakan bagian dari peringatan hari Pahlawan 10 November.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) kota Surabaya, Wiwiek Widayati mengatakan kegiatan rekonstruksi perobekan bendera itu berlangsung di Hotel Majapahit karena di lokasi itulah para pejuang merobek bagian bendera Belanda yang berwarna biru sehingga menjadi merah dan putih. Dulu Hotel Majapahit bernama Gedung Yamato.
“Agenda historikal ini merupakan salah satu upaya pemerintah kota untuk memberikan pemahaman, edukasi, dan nilai-nilai sejarah pada generasi muda,” tuturnya di Hotel Majapahit, Senin 19 September 2016.
Dia menambahkan, rekonstruksi ini hanyalah satu dari serangkaian acara peringatan bersejarah di kota Surabaya, yang puncaknya pada 10 November 2016. “Juga ada acara sekolah kebangsaan dan heroic track yang mengajak pelajar berkeliling situs yang berkaitan dengan 10 November,” katanya.
Acara rekonstruksi perobekan bendera diikuti seluruh elemen masyarakat di antaranya, 200 Veteran, satuan Tentara Nasional Indonesia (TNI), Polisi Republik Indonesia (Polri), berbagai komunitas, 2.000 pelajar mulai jenjang Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) di Surabaya.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menyampaikan pidatonya di atas podium setelah bendera merah putih sempurna terpasang di ujung tiang. "Surabaya tidak mau dijajah oleh bangsa manapun. Kita harus lawan penjajah yang ingin menguasai Surabaya. Merdeka! Merdeka! Merdeka!" serunya.
Sejak pukul 06.30 WIB, kerumunan warga Surabaya tampak di sepanjang Jalan Tunjungan. Barisan pelajar yberdiri di seberang trotoar menghadap langsung ke arah Hotel Majapahit. Mereka mengenakan atribut lengkap seperti dasi dan topi. Tiap anak memegang sebuah bendera merah putih berukuran kecil.
Jajaran TNI, Polri, beserta para veteran yang hadir juga membentuk barisan masing-masing. Uniknya, pada acara rekonstruksi perobekan bendera kali kedua ini, terdapat satu ruang kosong di antara barisan Veteran dan pasukan Polri. Rupanya ini khusus untuk kru media yang mengikuti upacara.
Sekitar pukul 07.30 WIB, acara dibuka dengan penampilan aksi teatrikal gabungan teater mahasiswa Surabaya, yang disutradarai Heri Prasetyo. Dimulai dengan adegan pengibaran bendera Belanda merah putih biru tanpa sepertujuan pemerintah Indonesia di Surabaya. Sebelumnya Soekarno telah mengeluarkan maklumat gerakan pengibaran bendera Merah Puth di seluruh wilayah Indonesia. Pengibaran bendera Belanda sontak menyulut amarah warga Surabaya.
Arek-arek Suroboyo yang tidak terima dengan tindakan Belanda, berkumpul di depan Hotel Yamato, memprotes agar bendera tersebut segera diturunkan. Desakan itutidak dihiraukan. Pecahlah peristiwa penyobekan bendera Belanda. Terdengar suara teriakan para pemain dan dentuman. Para pejuang lalu naik ke atap hotel dan menyobek bagian biru pada bendera.
Heri Prasetyo menjelaskan, kebanyakan orang beranggapan bahwa inti dari pergerakan rakyat Surabaya adalah pada 10 November 1945. Padahal menurutnya peristiwa perobekan bendera di atas gedung Yamato yang jatuh pada 19 September 1945 adalah titik penting dalam sejarah perjuangan di kota Surabaya. “Kalau enggak ada perobekan ini, nggak akan arek Suroboyo marah. Ini pemicunya,” katanya.
Para peserta yang memenuhi Jalan Tunjungan kemudian dikomando untuk memberi penghormatan kepada bendera merah putih. Lagu Indonesia Raya mengalun dari paduan suara dan seluruh pelajar yang hadir.
Wali Kota Risma menggenggam bendera merah putih yang berukuran kecil di salah satu tangannya. Ia mengayunkan bendera itu seirama lagu. Para pelajar dan peserta upacara mengikut gerakannya.
WULAN GOESTIE | NIEKE INDRIETTA | ANTARA