TEMPO.CO, Semarang - Sejumlah stasiun televisi mengaburkan rekaman gambar atlet renang yang sedang berlaga di ajang Pekan Olahraga Nasional (PON) Jawa Barat 2016 dalam tayangan siaran televisi. Tapi tindakan stasiun televisi itu menuai polemik, terutama di media sosial.
Stasiun televisi mengaburkan rekaman visual atlet renang itu karena mereka mengenakan pakaian renang.
Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jawa Tengah Asep Cuwantoro menyatakan lembaganya tak memerintahkan pengaburan rekaman gambar atlet renang itu. "KPI tidak pernah memerintahkan televisi untuk memblur sebuah tayangan," kata Asep di Semarang, Senin, 18 September 2016.
Asep menjelaskan, penayangan gambar atlet renang itu bisa dikaitkan dengan pasal 18 huruf h yang menyatakan bahwa program siaran yang memuat adegan seksual dilarang mengeksploitasi dan/atau menampilkan bagian-bagian tubuh tertentu seperti paha, bokong, dan dada secara close up dan atau medium shoot.
Tapi, menurut Asep, wartawan televisi bisa lebih jeli mengambil posisi gambar agar tidak mengeksploitasi seperti yg dimaksud dalam pasal 18. Misalnya, pengambilan gambar saat lomba dilakukan dari jarak jauh sehingga tayangannya tak termasuk dalam kategori mengeksploitasi.
Contoh lain, pengambilan gambar saat wawancara bisa dishoot bagian leher dan muka, tidak seluruh tubuh yang kebetulan sedang mengenakan pakaian renang. Asep menyatakan pengambilan gambar secara “cerdas”. "Hanya untuk kebutuhan pemberitaan sehingga tidak akan sampai melanggar aturan penyiaran," kata Asep.
KPI, Asep menambahkan, adalah lembaga yang diamanatkan UU Penyiaran untuk memberikan sanksi atas pelanggaran sebuah tayangan. KPI bukan lembaga sensor.
KPID meminta agar lembaga penyiaran wajib melakukan sensor internal atas seluruh materi program siaran. "Tidak semua hal dapat ditayangkan secara leluasa melalui televisi, di antaranya perihal seksualitas," kata Asep.
ROFIUDDIN