TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Jimly Asshidiqie menilai persoalan yang akan muncul menjelang pemilihan kepala daerah adalah munculnya prediksi yang dikeluarkan oleh berbagai lembaga survei.
"Semua survei berkata A, B, atau C, tapi bagi penyelenggara pemilu, yang berlaku itu adalah hasil yang dikeluarkan secara resmi," kata Jimly di Lapangan Banteng, Ahad, 18 September 2016.
Berkaca dari pengalaman sebelumnya, Jimly justru melihat ada ketidaklaziman dari hasil survei yang beredar di masyarakat. Menurut dia, kebanyakan yang memenangi pilkada adalah mereka yang justru tidak diprediksikan menang.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu mencontohkan pilkada DKI Jakarta pada 2012. "Contohnya saja seperti Foke (Fauzi Bowo), sehingga pilkada 2017 patutnya bisa dijadikan jawaban," kata Jimly.
Dengan begitu, banyak isu penting yang bisa dijawab oleh hasil pilkada 2017. Jimly pun berpesan agar penyelenggara pilkada harus bersikap adil dan netral. Ia menekankan agar seluruh aspek turut bekerja sepenuh hati.
"Jangan hanya melayani calon yang dianggap lebih besar berdasarkan hasil survei. Tidak boleh kita melayani dengan cara berbeda. Semua setara, sama hebat," tutur Jimly.
Apa pun hasil yang muncul dalam pilkada 2017, Jimly menjamin hal tersebut akan mempengaruhi kualitas demokrasi Indonesia ke depan. Jimly berharap perebutan kursi nomor satu, baik itu secara nasional atau di Jakarta, akan terus berkembang menjadi lebih baik.
LARISSA HUDA