TEMPO.CO, Trenggalek - Sejumlah kecamatan di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, menjadi langganan banjir dan tanah longsor setiap musim hujan. Terkendala anggaran, Bupati Trenggalek Emil Elestianto Dardak memutuskan mengendalikan laju pertumbuhan penduduk di kawasan pegunungan.
Tak ingin menjadi bulan-bulanan bencana alam yang terjadi sejak kabupaten ini lahir, Emil Elestianto Dardak, Bupati Trenggalek terpilih periode 2015 – 2020 mengambil langkah taktis. Ketika upaya pengendalian bencana terhalang kekuatan anggaran untuk membangun infrastruktur di kawasan yang dipenuhi pegunungan, Emil memutuskan mengurangi resiko keselamatan warganya. “Saya harus mengendalikan laju pertumbuhan penduduk di kawasan pegunungan,” kata Emil kepada Tempo, Minggu 18 September 2016.
Pilihan ini ditempuh lantaran hampir setengah penduduk Kabupaten Trenggalek bermukim di dataran tinggi lereng Gunung Wilis. Dari 14 kecamatan yang ada, tujuh kecamatan di antaranya berada di dataran tinggi dengan populasi penduduk yang cukup padat yakni sekitar 35 persen dari seluruh penduduk Trenggalek. Mereka telah bermukim selama puluhan tahun dan terus berkembang setiap waktu. Padahal kontur tanah di kawasan itu sangat labil dan rentan terjadinya longsor dan banjir setiap musim hujan.
Kondisi ini, menurut Emil, sama persis dengan Kabupaten Solok, Propinsi Sumatera Barat. Daerah tersebut nyaris tak bisa dilepaskan dari bencana alam karena kondisi geografisnya. Karena itu pemerintahnya harus memprioritaskan langkah mitigasi bencana dalam rencana pembangunan daerah. Apalagi riset soal kontur tanah Trenggalek yang dilakukan lembaga perguruan tinggi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tidak direkomendasikan untuk pemukiman terutama di dataran tinggi.
Populer:
Wah, Skandal Gatot Merembet ke Putri Reza & Angelina Sondakh
Jika Marshanda Mau Menemuinya, Egi John Akan Sujud, dan...
Isu Makin Santer, Ayu Ting Ting Jelaskan tentang Selingkuh
Fakta tersebut memaksa Emil mengubah rencana pengembangan kota dengan memprioritaskan pertumbuhan penduduk ke dataran rendah. Baru-baru ini dia mencanangkan pembangunan rumah susun di dataran rendah Prigi untuk memenuhi kebutuhan papan masyarakatnya. “Masyarakat jangan sampai membangun rumah di pegunungan dengan pertimbangan harga murah,” kata suami artis Arumi Bachsin yang menduplikasi pembangunan serupa di Korea dan Jepang lantaran minimnya lahan datar.
Pergeseran populasi penduduk dari dataran tinggi ke dataran rendah ini dianggap paling strategis di tengah keterbatasan upaya membangun infrastuktur berbiaya besar. Menurut kajian Direktorat Jenderal Sumber Daya Air yang menelisik kondisi alam Trenggalek, penanganan bencana alam di kawasan ini membutuhkan pembiayaan sangat besar dan waktu lama.
Pemerintah Trenggalek diminta membangun tiga bendungan besar untuk mengendalikan air dari gunung. Selama ini tak satupun bendungan yang dimiliki kabupaten ini sejak terbentuk pemerintahan daerah pertama di tahun 1970-an. Saat ini pembangunan bendungan tersebut baru dimulai dengan rincian satu dalam pengerjaan, satu dalam tahap kajian akhir, dan sisanya dalam tahap kajian awal.
Selain itu, kabupaten ini juga memiliki kendala alam dengan berpindah-pindahnya alur sungai yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia. Alur sungai yang tidak menetap ini kerap menerjang kawasan pemukiman dan tak bisa diduga sebelumnya. Satu-satunya jalan untuk mengatasinya adalah membangun dinding jalan air sungai yang cukup lebar untuk memberi ruang gerak perpindahan jalur. “Dan itu biayanya sangat mahal,” kata Emil.
Simak pula:
Egi John Geram Selama Ini Dibohongi Marshanda
Heboh Selingkuh dan Digebuki, Begini Reaksi Raffi Ahmad
Slimani Bawa Leicester City Menang 3-0 atas Burnley
Rendahnya kemampuan keuangan daerah inilah yang memaksa Emil memutar otak untuk mencari dana talangan. Bergantungnya pembiayaan pekerjaan khusus terhadap Dana Alokasi Umum dan intervensi APBN menjadi persoalan klasik yang tak pernah terpecahkan oleh pemerintah daerah.
Karena itu Emil berharap pemerintah pusat memfasilitasi langkah daerah untuk mengajukan pinjaman luar, yang nantinya bisa dibantu dengan memperbesar alokasi DAK dan APBN untuk mengangsur. Jika tidak, kendala keuangan akan tetap menjadi penghambat penanganan bencana alam di Trenggalek yang terjadi turun temurun.
Pemerintah Trenggalek, menurut Emil, juga tak banyak menerima pemasukan dari pungutan pajak daerah. Kondisi geografis kabupaten yang mayoritas merupakan kawasan hutan dengan pengelolaan Perhutani tak bisa menyisihkan pajak bumi dan bangunan (PBB) karena disetorkan langsung kepada pemerintah pusat. “Padahal urusan bencana ini tak bisa ditunda-tunda,” katanya.
Selama pembangunan infrastruktur besar tersebut masih terkendala, bencana longsor dan banjir dipastikan terus terjadi sepanjang musim hujan. Langkah cepat yang dilakukan pemerintah daerah hanyalah meningkatkan intensitas penanganan bencana dengan cepat dan pendeteksian dini atas munculnya potensi rawan. Di antaranya dengan menyiagakan petugas penanganan bencana hingga ke tingkat kelurahan dengan dukungan peralatan alat berat untuk evakuasi.
Mengacu pada bencana yang terjadi, pembukaan akses transportasi di daerah longsor menjadi prioritas utama untuk menjaga kelangsungan perekonomian warga. Longsor terakhir yang memutuskan jalur utama dan alternative menuju kawasan Prigi akhir pekan lalu diklaim diselesaikan dalam waktu kurang dari dua hari.
HARI TRI WASONO
Penting:
KPK Ungkap Kebohongan Twitter Ketua DPD Irman Gusman
Ketua DPD Dicokok KPK: Detik-detik Penangkapan Irman Gusman
Irman Gusman: KPK Terlalu Dini Sebut Uang Itu sebagai Suap
Rachmawati: Saya Tak Mau Gubernur yang Berpihak ke Cukong