TEMPO.CO, Jakarta - Tim Pencari Fakta (TPF) mendapat temuan-temuan lain ketika mencari aliran dana dari gembong narkoba Freddy Budiman kepada para pejabat Polri. Temuan itu di antaranya Freedy melakukan praktek tukar kepala kepada orang yang tidak bersalah.
"Strategi tukar kepala ini jadi keprihatinan kami," kata anggota TPF, Effendi Gazali, dalam jumpa pers di kampus Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta Selatan, Kamis, 15 September 2016.
Effendi bercerita, ketika mereka tsedang berupaya mendapat informasi secara kualitatif, tim justru menemukan informasi mengejutkan mengenai salah satu terpidana mati kasus narkoba bernama Teja. Kasus yang menimpa Teja berawal saat Freddy memintanya mengaku bernama Rudi. Waktu itu Teja bertemu dengan seseorang di restoran di Jalan Tongkol. "Anda tolong sekali saja bertemu dengan orang tertentu di restoran di Jalan Tongkol, tapi Anda mengenalkan nama anda, Rudi ya," kata Freddy kepada Teja seperti ditirukan oleh Effendi.
Saat kasus kepemilikan 1,4 juta pil ekstasi milik Freddy terkuak, Teja ikut diusut. Mula-mula sebagai saksi, lama-lama status Teja jadi tersangka sampai akhirnya divonis dengan pidana mati.
Effendi mengatakan beberapa orang yang mengatahui kasus ini menceritakan bahwa Teja adalah orang yang tidak tahu sama sekali dengan kasus narkoba tersebut. Teja hanya diminta mengaku sebagai Rudi dan melakukan permintaan Freddy. "Orang ini diproses tanpa bantuan hukum yang memadai. Freddy Budiman juga tidak mengungkap kebenaran dengan mengklarifikasi bahwa orang ini disuruh mengaku bernama Rudi," kata Effendi.
Effendi mengatakan kasus Teja semakin berat saat jaksa meminta uang kepadanya dengan jumlah tertentu. Tujuannya agar pasal yang didakwakan kepada Teja diubah. "Jaksa juga minta istri orang ini menemani di karaoke," kata dosen komunikasi Univestitas Indonesia ini.
Tapi, kata Effendi, karena Teja memberikan uang yang tidak sesuai dengan permintaan jaksa, akhirnya pasal yang didakwakan kepadanya tak berubah. "Dan yang terjadi orang ini dijatuhi hukuman mati. Orang ini namanya Teja ada di LP Cipinang," ujarnya.
TPF mendapat temuan-temuan ini setelah bekerja selama 30 hari. Tim beranggotakan 18 orang, tiga diantaranya berasal dari luar Polri yaitu Ketua Setara Institute, Hendardi; Effendi Gazali; dan komisioner Komisi Kepolisian Nasional, Poengky Indarti.
Hendardi mengatakan dalam menjalankan tugasnya, tim telah mengumpulkan data terhadap 64 individu, terdiri dari 24 orang internal Polri dan 40 orang dari eksternal Polri. Tim juga merekonstruksi peristiwa saat Freddy memberi kesaksian kepada Ketua Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar.
Selain itu, TPF juga telah menonton dan mempelajari video rekaman menjelang eksekusi mati terhadap Freddy, serta pledoi dan dokumen yang relevan. Dari situ, tim menemukan hasil bahwa tidak ada aliran dana dari Freddy Budiman kepada pejabat Polri. Klaim aliran dana ini sebelumnya disampaikan Freddy kepada Haris Azhar, yang informasinya mengemukan menjelang Freddy dieksekusi mati, 29 Juli lalu.
AMIRULLAH