TEMPO.CO, Malang--Sejumlah lembaga pecinta satwa berunjuk rasa di Balai Kota Malang, Jawa Timur, mengecam peredaran senjata api jenis senapa angin di pasar bebas, Rabu, 14 September 2016.
Mereka menuding banyak pemburu menggunakan senapan angin untuk menembaki satwa liar di alam bebas. Sebagai contoh, 23 kasus penembakan orangutan menggunakan senapan angin terjadi selama dua tahun terakhir.
Para aktivis menggelar kampanye mendesak sejumlah pihak terkait agar menghentikan peredaran senapan angin secara bebas. Organisasi perlindungan satwa yang berunjuk rasa terdiri dari 11 lembaga, diantaranya Centre for Orangutan Protection (COP), Animals Indonesia, International Animal Rescue (IAR) dan Orangutan Outrech. "Orangutan mengalami cacat permanen, kritis dan mati," kata koorinator aksi, Nathanya Rizkiani.
Berdasarkan data, COP orangutan bernama Leuser ditembak dengan senapan angin di Medan pada 2004. Sebanyak 62 peluru bersarang di dalam tubuhnya. Sedangkan pada 2012, orangutan bernama Aan ditembak dengan 104 peluru di Kalimantan.
Selain itu orangutan bernama Sultan ditemukan tewas setelah ditembak di bagian kepala di Pekanbaru, 7 November 2015. Adapun orangutan bernama Deka tewas ditembak di Medan mengenai mata hingga tembus ke kepala belakang. Nathanya menuntut agar peredaran senjata api diawasi ketat agar tak disalahgunakan untuk perburuan satwa dilindungi.
Baca Juga:
Mereka meminta polisi menggelar razia dan memproses hukum kepemilikan senapan angin yang disalahgunakan. Senjata yang biasa digunakan berburu, kata Nathanya, berupa senapan angin dan senapan gas. Namun, senapan itu dimodifikasi agar memiliki efek membunuh primata seperti orangutan.
Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 8 Tahun 2012 tentang pengawasan dan pengendalian senjata api untuk kepentingan olahraga menembak sasaran atau target, tutur dia, telah mengatur penggunaan senjata api. Sesuai Pasal 5 ayat 3 disebutkan bahwa senapan digunakan di lokasi pertandingan dan latihan. "Jadi tak bisa digunakan seenaknya," ujarnya.
Ketua Persatuan Menembak Indonesia (Perbakin) Kota Malang Yulia Soedarman mengatakan masih ditemukan pemilik senapan angin yang dipakai untuk berburu satwa. Seharusnya, katanya, peredaran senapan angin diawasi polisi. "Saat ini belum diawasi secara serius," katanya.
Kepemilikan senjata api untuk berburu, kata Yulia, telah dilaporkan ke polisi dan Gubernur Jawa Timur. Namun, sampai saat ini masih belum ada tindak lanjut. Yulia menegaskan jika ditemukan anggota Perbakin menggunakan senjata untuk berburu satwa liar, maka akan dikeluarkan dari organisasi.
Perbakin, ujar Yulia, telah bekerjasama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) untuk melindungi satwa liar. "Rata-rata senapan angin yang dipakai berburu bertekanan tinggi antara 3 ribu sampai 4 ribu Psi," ujarnya.
Yulia meminta 200 atlet menembak anggota Perbakin di Malang tak menggunakan senjata api untuk berburu. Senapan, katanya, hanya digunakan untuk menembak sasaran di lokasi khusus, seperti lapangan tembak. "Tak dibenarkan digunakan untuk berburu satwa liar di alam."
EKO WIDIANTO