TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengatakan pengukuhan kembali kewarganegaraan Indonesia untuk Arcandra Tahar bukan hal baru. Kasus serupa pernah dilakukan terhadap eksil Indonesia di luar negeri.
"Kasus AT bukan hal baru. Menkumham Amir Syamsuddin pernah memberi peneguhan kewarganegaraan pada Subarjo Notomenduro," kata Yasonna di kantor Kementerian Hukum dan HAM, Jalan Rasuna Said, Jakarta, Rabu, 14 September 2016.
Subarjo adalah eksil yang harus hidup di Rumania semasa Orde Baru. Pada masa muda, dia dikirim belajar ke luar negeri oleh Presiden Sukarno. Perubahan politik pada 1965 membuat banyak mahasiswa yang belajar di negara-negara Eropa timur tidak bisa kembali ke Indonesia. Mereka kehilangan kewarganegaraan Indonesia dan terpaksa menjadi warga negara lain, salah satunya Subarjo.
Meskipun demikian, mereka mempunyai keinginan besar untuk bisa pulang ke Indonesia. "Karena alasan kemanusiaan, supaya tidak stateless, dia diberikan kewarganegaraan Indonesia," kata Yasonna.
Yasonna menegaskan kasus pengukuhan kembali Arcandra sebenarnya hal yang biasa. Kementerian Hukum dan HAM, melalui Direktorat Jenderal Imigrasi dan Direktorat Administrasi Hukum Umum, biasa melakukan kasus-kasus seperti Arcandra. Ini misalnya dilakukan terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI) di Malaysia yang ternyata mempunyai kewarganegaraan Malaysia, dan ikut dalam pemilihan umum di sana.
Bahkan, menurut Yasonna, orang Indonesia yang tinggal di luar negeri dan lima tahun tidak melapor di kantor perwakilan Imigrasi, sesuai dengan aturan, telah hilang kewarganegaraan. Namun dalam prakteknya, aturan seperti itu tidak bisa saklek diterapkan.
Banyaknya kasus serupa itulah yang membuat Yasonna menganggap kasus Arcandra Tahar bukan hal yang luar biasa. "Kasus Arcandra menjadi masalah karena ada politiknya saja, kalau di Imigrasi dan AHU, ini hal biasa dikerjakan. Jadi, enggak hebat-hebat amatlah kasusnya," kata Yasonna.
AMIRULLAH