TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, hingga saat ini ada 92 lembaga yang mengakses dan menggunakan data administrasi kependudukan dalam Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP). Hal ini, menurut dia, yang akan menyebabkan masyarakat yang tak memiliki KTP elektronik akan kesulitan mendapat pelayanan di lembaga tersebut.
"Kerja sama sudah 92 lembaga, dan 32 lembaga lagi sudah tanda tangan nota kesepahaman," kata Zudan saat dihubungi, Rabu, 14 September 2016.
Zudan memaparkan, 92 lembaga tersebut berasal dari lembaga pemerintah dan swasta yang bergerak di bidang imigrasi, perbankan, asuransi, pelayanan, fasilitas kesehatan, dan penegakan hukum. Tanpa KTP elektronik, menurut dia, masyarakat kelak tak bisa lagi mengurus paspor, surat izin mengemudi, klaim badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS), pajak, dan keperluan perbankan lainnya. Akan tetapi, Zudan belum merilis detil identitas 92 lembaga yang telah menggunakan KTP elektronik sebagai dasar administrasi pelayanannya.
"Sudah mulai berlaku. Sudah diterapkan sejak beberapa bulan terakhir. Makanya kami mendorong masyarakat untuk segera membuat KTP elektronik," kata dia.
Menurut Zudan, integrasi data kependudukan sangat penting dan signifikan dalam peningkatan pelayanan dan kinerja di sejumlah sektor. Ia memaparkan, BPJS Kesehatan dan Asuransi Jasa Raharja membutuhkan waktu lebih dari dua hari untuk verifikasi masyarakat yang mengajukan klaim. Dengan data KTP elektronik, kedua lembaga tersebut kini hanya butuh waktu dua jam untuk verifikasi.
"Dulu proses lama karena mereka tak yakin orang yang mengklaim sesuai dengan identitas. Sekarang, mereka tinggal mengetik nama dan nomor induk kependudukan, lalu jelas orang tersebut yang berhak atau bukan," kata Zudan.
Isu KTP elektronik kembali mencuat setelah sejumlah masyarakat di berbagai daerah mengklaim belum mengurus jelang masa tenggat. Sejak 2011, Kemendagri baru berhasil memasukan data 163 juta atau 90 persen dari total jumlah penduduk dewasa di Indonesia. Masalah ini tak selesai, meski sempat muncul penambahan jam kerja di sejumlah dinas kependudukan dan catatan sipil. Masalah juga semakin rumit menyusul terungkap keterbatasan jumlah blangko untuk mencetak KTP elektronik.
Akhirnya, Kemendagri memperpanjang batas akhir pendataan untuk KTP elektronik yang seharusnya akhir bulan ini menjadi pertengahan 2017. Pemerintah dan DPR juga bersepakat KTP elektronik akan menjadi acuan penentuan daftar pemilih tetap dalam sebuah pemilihan kepala daerah dan pemilihan umum.
FRANSISCO ROSARIANS