TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Penny K. Lukito meminta pemotongan rantai birokrasi untuk memberi rekomendasi pencabutan izin bagi distributor obat ilegal atau palsu. Selama ini, pihaknya terlebih dulu memberikan rekomendasi kepada Kementerian Kesehatan untuk menutup distributor nakal.
Menurut Penny, selama ini sanksi pencabutan izin distributor obat ada pada rekomendasi Kementerian Kesehatan. Kementerian kemudian merekomendasikan pencabutan itu kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal. “Kalau bisa dipersingkat, yaitu langsung BPOM ke BKPM,” kata Penny di Jakarta, Sabtu, 10 September 2016.
Birokrasi pencabutan izin itu dinilai akan efisien di era sekarang. Sebab, persoalan distributor obat ilegal tidak hanya berfokus di wilayah pusat. Penny menyebutkan saat ini sejumlah rekomendasi tertahan di pemerintah daerah. Jumlahnya sekitar 15 persen lantaran masih rumitnya proses pencabutan izin bagi distributor obat yang nakal.
BPOM juga sedang menggodok pemetaan daerah-daerah yang berpotensi memiliki distributor obat ilegal dan palsu. Pemetaan dilakukan atas dasar informasi dan data yang diterima dari daerah. Melalui balai yang tersebar di 34 provinsi, BPOM fokus mengusut peredaran obat ilegal dan pengawasan lebih ketat di sektor produksi.
Tidak hanya itu, Penny mengatakan pihaknya sedang mengawasi penjualan obat secara online. Sejauh ini ada sekitar 214 situs penjualan obat online. BPOM berupaya menutup sejumlah situs bermasalah dengan menggandeng kemitraan dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Sebagian dari jumlah itu pun diakui telah ditutup. “Tapi tidak semudah itu menutupnya,” katanya.
Langkah BPOM mendapat angin segar dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia. Ketua Bidang Pengaduan YLKI, Sularsih, mengatakan pihaknya mendukung penuh upaya BPOM tersebut. “Saya sangat setuju dilarang penjualannya (obat) online,” ujarnya.
DANANG FIRMANTO