TEMPO.CO, Jakarta - Sepuluh warga negara asing yang diduga bekerja sebagai gigolo ditangkap di Batam, Kepulauan Riau, pada pertengahan Agustus hingga awal September 2016. Menurut Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Ronny Franky Sompie, sembilan gigolo berkewarganegaraan Afganistan dan satu lagi berkewarganegaraan Pakistan.
Ronny mengatakan kesepuluh gigolo merupakan pengungsi yang sudah terdaftar di Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (United Nations High Commissioner for Refugees/UNHCR). "Mereka sedang menunggu negara tujuan yang akan menerima mereka," ucap Ronny dalam konferensi persnya di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Rabu malam, 7 September 2016.
Menurut Ronny, terdapat warga negara Indonesia yang menjadi muncikari para gigolo tersebut. Ronny berujar, muncikari tersebut merupakan laki-laki berusia 35 tahun dengan inisial BS. "Dia mastermind yang mengelola kegiatan tersebut," tuturnya. BS menjajakan sepuluh gigolo itu kepada pembeli, baik laki-laki ataupun perempuan, dengan tarif Rp 20 juta.
Ronny mengatakan sembilan gigolo yang berasal dari Afganistan adalah MBH, 15 tahun, MH alias J (17), MYA (19), MA (20), FH (20), MIS (22), AH (24), JMN (34), dan MZA (35). Sedangkan satu gigolo yang berkewarganegaraan Pakistan adalah MA, 26 tahun.
Sepuluh warga negara asing tersebut, ucap Ronny, telah berada di Indonesia selama 1-1,5 tahun. Mereka ditempatkan di sebuah community house di Batam oleh UNHCR yang bekerja sama dengan International Organization for Migration (IOM) setelah mendapatkan status pengungsi. "Sebelumnya, mereka ditempatkan di Rumah Detensi Imigrasi yang ada di Batam," ujarnya.
Saat ini, menurut Ronny, mereka telah ditempatkan kembali ke Rumah Detensi Imigrasi sembari menunggu proses hukum yang tengah dijalani. Sementara itu, muncikari para gigolo itu sedang menjalani pemeriksaan di Kepolisian Resor Kota Barelang. "Sudah ada bukti-bukti materiil, tapi masih dalam proses pembuktian," tutur Ronny.
Muncikari berinisial BS tersebut, menurut Ronny, dapat diancam Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Undang-Undang tentang Perlindungan Anak karena terdapat gigolo yang masih di bawah umur. "Bisa juga dengan KUHP Pasal 296 atau Pasal 506 tentang penjualan seks," katanya.
ANGELINA ANJAR SAWITRI