INFO MPR - Peraturan KPU (PKPU) hingga kini masih dibahas di Komisi II DPR RI. Padahal pendaftaran pasangan calon dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) tahun 2017 akan digelar pada 21-23 September 2016. Salah satu yang membuat pembahasannya alot adalah soal diperbolehkan atau tidaknya seorang terpidana sebagai peserta pilkada.
Wakil Ketua MPR RI Mahyudin mengatakan semua itu bergantung pada undang-undang. “Tapi saya kira bagus kalau undang-undangnya diperbaiki. Mungkin perlu diberi batasan, misalnya orang yang pernah terpidana atau sedang terpidana itu tidak boleh jadi calon. Atau mungkin orang itu kalau pernah terpidana, minimal dia insaf dulu baru boleh jadi calon lagi,” ujarnya seusai memberikan sambutan pada acara Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di Gedung Serba Guna Universitas Lampung, Rabu, 7 September 2016.
Mahyudin mengatakan, jika nanti orang yang sudah terpidana bisa mencalonkan diri dalam pilkada, efek jeranya bisa hilang. “Itu akan membuat orang berani saja berbuat salah masuk penjara, mengingat nanti juga dia bisa jadi calon dan dipilih lagi,” tuturnya.
Jadi dia akan selalu mengacu kepada aturan hukum. “Kalau undang-undangnya memperbolehkan, ya saya bisa apa? Tapi, kalau saya pribadi, undang-undangnya diperbaiki, dikaji, dan sebaiknya diberikan jeda, kalau orang bekas narapidana itu minimal berapa tahun. Dan kalau sudah baik di depan masyarakat, baru diperbolehkan. Tapi kalau enggak, ya janganlah,” katanya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi menganulir larangan mantan narapidana untuk mencalonkan diri sebagai peserta pemilihan kepala daerah. MK memutuskan Pasal 7-g Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Wali kota (Undang-Undang Pilkada) dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang narapidana yang bersangkutan jujur di depan publik.
MK juga menghapus Penjelasan Pasal 7-g yang memuat empat syarat bagi mantan narapidana agar bisa mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Penjelasan Pasal 7-g Undang-Undang Pilkada berbunyi: “Persyaratan ini tidak berlaku bagi seseorang yang telah selesai menjalankan pidananya, terhitung lima tahun sebelum yang bersangkutan ditetapkan sebagai bakal calon dalam pemilihan jabatan publik yang dipilih (elected official) dan yang bersangkutan mengemukakan secara jujur dan terbuka kepada publik bahwa yang bersangkutan pernah dipidana serta bukan sebagai pelaku kejahatan berulang-ulang. Orang yang dipidana penjara karena alasan politik dikecualikan dari ketentuan ini.” (*)