TEMPO.CO, Surakarta - Peneliti dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Jawa Tengah, menemukan tingginya kandungan timbal dalam daging sapi yang memakan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Putri Cempo, Surakarta.
Peneliti menemukan kandungan timbal sebesar 1,4 part per million (ppt) pada daging sapi pemakan sampah baru. "Ini sudah berada di atas ambang batas aman," kata Pranoto, peneliti dari Laboratorium Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA), Rabu, 7 September 2016.
Dia menjelaskan, ambang batas kandungan timbal atau plumbum dalam daging konsumsi besarnya hanya 1 ppm. Sedangkan kandungan timbal dalam daging sapi pemakan tumpukan sampah lama berjumlah jauh lebih besar. "Berkisar 14-15 ppt," ujarnya. Artinya, kandungan timbal dalam daging besarnya 15 kali lipat dari ambang batas aman.
Penelitian itu dilakukan di Laboratorium Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA). "Kami menggunakan sampel dari empat sapi yang berbeda," tutur Pranoto. Sampel yang digunakan dibedakan dari jenis sampah yang dimakan. "Ada yang berada di area tumpukan sampah baru, ada lagi yang biasa makan pada tumpukan sampah lama." Hasilnya, semua daging tercemar logam jenis timbal meski dengan kadar berbeda.
Menurut Pranoto, daging sapi yang berasal dari TPA Putri Cempo sangat tidak aman untuk dikonsumsi. Bahkan bisa berdampak buruk bagi manusia yang mengkonsumsinya. "Bisa berdampak, dari pusing, mengganggu organ hati, sampai menurunkan kecerdasan," ucapnya.
Meski demikian, kadar timbal sapi pemakan sampah sebenarnya bisa diturunkan. "Dikarantina tiga bulan sebelum dipotong," katanya. Selama karantina tersebut, sapi harus mendapat pakan rumput hijau.
Pranoto menjelaskan, protein dan karbohidrat dalam rumput hijau mampu meluruhkan kandungan logam. "Keluar melalui kotoran," ujarnya. Selain itu, sapi yang dikarantina harus mendapat minum yang cukup.
Kepala Dinas Pertanian Surakarta Weni Ekayanti mengatakan ada sekitar 800 sapi yang biasa digembalakan oleh pemiliknya di TPA Putri Cempo. "Sebagian besar justru milik warga di luar Solo," tuturnya. Hal itu membuat instansinya kesulitan mengawasi perdagangan menjelang Hari Raya Idul Adha.
Ironisnya, model penggembalaan sapi di TPA Putri Cempo dulu merupakan program pemerintah. Pada 1995 bahkan menjadi percontohan nasional. “Inilah yang membuat kami tidak bisa melarang penggembalaan ternak di tempat sampah,” ucapnya.
AHMAD RAFIQ