TEMPO.CO, Mentangai - Petani di Kalimantan Tengah menolak mengikuti larangan pemerintah untuk membakar lahan gambut karena mereka kesulitan membuka lahan bertani tanpa membakar lahan.
"Gambut kan kalau tidak dibakar, susah," kata Siwo, petani di Pulau Kaladan, Kecamatan Mentangai Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, Rabu, 7 September 2016.
Siwo, 47 tahun, yang juga Kepala Kelompok Tani Desa Pulau Kaladan mengakui, petani di desanya tidak pernah mencoba untuk tidak membakar lahan. Karena, ujarnya, jika tidak dibakar, ada perbedaan pada kesuburan tanah yang akan digarapnya. "Kalau dibakar subur," kata dia.
Kini, banyak petani di pulau itu yang belum membuka lahan, padahal biasanya bulan September ini mereka membuka lahan untuk masa tanam yang dimulai Oktober mendatang. "Masyarakat bingung karena dilarang membakar (lahan gambut), takut, makanya belum nebas (buka lahan)," ucap Siwo.
Dia menjelaskan, jika petani kesulitan membuka lahan, maka mereka terancam tak mendapatkan pendapatan pada masa tanam dan panen depan. "Kalau masyarakat tidak bisa bertani, apa yang mau dimakan tahun depan."
Siwo menuturkan petani di desanya kalau membakar lahan tidak ditinggalkan begitu saja. Mereka menjaga area yang dibakar itu, agar tidak menyambar area lain. "Kami jaga kok, gimana caranya tidak membakar lahan lain," tutur Siwo.
Siwo meminta kepada pemerintah setempat untuk memberi solusi kepada masyarakat, jika memang melarang masyarakat membuka lahan gambut dengan membakarnya. "Kami mau berhenti (membakar), tapi siapkan dulu lahan oleh pemerintah," ujarnya.
DIKO OKTARA