TEMPO.CO, Jakarta - Lima Guru Besar dari berbagai Perguruan Tinggi mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo terkait dengan penolakan terhadap Rancangan Peraturan Pemerintahan tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan (RPP Warga Binaan). RPP yang yang sedang dibahas oleh Kementerian Hukum dan hak Asasi manusia (Kemenkumham) itu dinilai memberikan kemudahan remisi kepada terpidana kasus korupsi.
Kelima guru besar di antaranya adalah Mahfud MD dari Universitas Islam Indonesia, Rhenald Kasali dan Sulistyowati Irianto dari Universitas Indonesia, Marwan Mas dari Universitas Bosowa '45 Makassar, serta Hibnu Nugroho dari Universitas Jenderal Soedirman.
Rhenald Kasali mengatakan, surat itu dibuat atas inisiatif bersama dengan Indonesia Corruption Watch (ICW).
"Kami sudah berproses lama dengan ICW kami sama-sama mendukung pemberantasan korupsi," katanya saat dihubungi Tempo, Ahad, 1 September 2016.
Menurut Rhenald RPP Warga Binaan yang sedang dibahas oleh Kemenkumham dinilai memberikan peluang kepada para koruptor untuk mendapatkan remisi. Padahal korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang dapat merugikan sendi-sendi negara baik dari sisi sosial maupun ekonomi.
"Kami tidak ingin kejahatan luar biasa ini dianggap kejahatan biasa saja," ujarnya.
Rhenald mengatakan surat itu akan dikirimkan ke Jokowi pada Senin, 5 September 2016. Selain mengirim ke Jokowi, ICW akan menembuskan surat pada Menteri Hukum dan HAM, Ketua MPR RI, Ketua DPR RI, dan Ketua KPK RI
Koalisi para guru besar itu mempermasalahkan persyaratan mendapatkan remisi yang menurut mereka sangat mudah. Tak ada persyaratan khusus seperti menjadi justice collaborator dan mendapatkan rekomendasi dari penegak hukum yang menangani kasusnya dalam RPP itu.
Terpidana kasus korupsi bisa mendapatkan remisi dengan syarat seperti narapidana lainnya, yaitu: cukup berkelakuan baik dan mendapat rekomendasi dari kepala lembaga pemasyarakatan.
ABDUL AZIS