TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S. Pane menilai penunjukan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kepala Badan Intelijen Negara adalah keputusan tepat. Sebab, menurut Neta, intelijen adalah ranah sipil.
“Polri sudah menjadi kepolisian sipil yang mengedepankan antisipasi dan deteksi dini,” kata Neta dalam keterangan tertulis di Jakarta, Ahad, 4 September 2016.
Ia menjelaskan, di beberapa negara maju, pemimpin badan intelijen dipegang tokoh-tokoh sipil. Di Inggris, ucap dia, Direktur Dinas Rahasia M16 diisi pegawai negeri sipil yang berkarier selama 20 tahun. Begitu juga Direktur Central Intelligence Agency (CIA) yang dipegang politikus sipil. “Hanya memang operatornya banyak pensiunan militer Amerika Serikat,” ujarnya.
Menurut Neta, penunjukan ini juga memperlihatkan keinginan Presiden Joko Widodo yang berorientasi pada kepentingan keamanan dalam membangun sosial-ekonomi Indonesia.
Pendekatan keamanan, tutur dia, akan berimbas pada kemajuan perekonomian dan hak asasi manusia. “Negeri ini menjadi rawan penyelundupan dan kerap menjadi bulan-bulanan atau operasi intelijen negara lain,” ucapnya.
Selain itu, ia mengatakan BIN perlu meningkatkan kinerja intelijen di wilayah perbatasan dengan kerja sama jajaran intelijen antara BIN, TNI, kepolisian, dan pemerintahan daerah. Ia menilai kerja sama ini mendesak. “Ini urgen agar Indonesia tidak terus-menerus menjadi bulan-bulanan bandar narkoba, teroris, dan para penyelundup yang menghancurkan perekonomian,” ujarnya.
Neta menilai pengalaman Budi Gunawan di kepolisian serta jaringan yang luas di bidang sosial, politik, dan kemasyarakatan menjadi modal kuat memimpin BIN.
Ia juga berharap Budi Gunawan dapat memaksimalkan jaringannya untuk menumpas serangan terorisme, narkoba, perdagangan manusia, dan aksi pencurian yang dilakukan orang asing.
ARKHELAUS W.