TEMPO.CO, Semarang - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI ) Jawa Tengah Ahmad Daroji mengimbau panitia tidak menjual semua fisik hewan sembelihannya. Imbauan Daroji itu sengaja disampaikan untuk menghindari kesalahan umat Islam yang hendak menyelenggarakan kurban saat Idul Adha.
“Jangan menjual tulang, kulit, dan kepala. Jangan juga (tulang, kulit, dan kepala) dijadikan sebagai upah bagi penyembelih,” kata Daroji, Minggu, 4 September 2016.
Ia meminta panitia mewaspadai pembelian jenis fisik hewan kurban nondaging itu. “Kecuali penyembelihnya orang setempat, bagian dia (penyembelih) jangan sampai dianggap ganti ongkos,” ucap Daroji.
Menurut Daroji, penjualan fisik hewan kurban dilarang, kecuali jika sudah di luar momentum Idul Adha. Ia menjelaskan, kepemilikan fisik hewan kurban, seperti kepala, tulang, dan kulit, bisa dijual setelah diserahkan kepada takmir masjid untuk kepentingan pengelolaan tempat ibadah.
Ia mencontohkan, penjualan boleh dilakukan ketika masjid membutuhkan biaya pemeliharaan. Namun Daroji menegaskan, penjualan bukan saat proses penyembelihan dan pembagian daging hewan kurban. “Panitia menyerahkan dulu kepada takmir,” ujarnya.
Memasuki momentum Idul Adha, MUI Jawa Tengah menggelar sejumlah agenda sosialisasi yang terkait dengan kegiatan kurban. Salah satu kegiatan yang digelar adalah menyelenggarakan kursus penyembelihan hewan kurban di beberapa tempat.
Program pelatihan itu melibatkan pengelola rumah pemotongan hewan, dinas peternakan, dan mubalig kampung yang selama ini biasa menyembelih hewan kurban. Selain menggelar pelatihan, MUI memberi sosialisasi kepada publik soal cara memahami kriteria hewan ternak yang hendak dikurbankan.
Sosialisasi itu menginformasikan ciri-ciri fisik hewan kurban melalui pemahaman tingkat kedewasaan. “Mulai ciri susunan gigi hewan hingga identifikasi kesehatan,” tuturnya.
Sosialisasi itu juga berlaku bagi penjual hewan ternak agar tak mementingkan bisnis semata, tapi juga memenuhi kriteria yang disyaratkan agama. Daroji menyebutkan, selain harus menjual hewan kurban yang telah dewasa dan tak berpenyakit, penjual dilarang menjual hewan ternak yang kondisinya kurus.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah Agus Waryanto menyatakan pihaknya sengaja melibatkan MUI. Kerja sama dengan MUI khusus untuk merekomendasikan cara menyembelih hewan kurban secara syar’i dan lebih sehat.
“MUI yang lebih tahu bagaimana proses menyembelih hewan kurban itu lebih afdol dan sehat,” kata Agus.
Sejumlah rekomendasi yang diberikan MUI di antaranya cara penyembelihan yang harus menghadap kiblat (ke barat sesuai dengan arah Kota Mekah, Saudi Arabia). “Intinya memenuhi syarat ASUH: aman, sehat, utuh, dan halal,” ucap Agus.
Menurut Agus, rekomendasi MUI itu dinilai penting. Sebab, selain sesuai dengan aturan agama, itu baik untuk menghindari penularan penyakit dari hewan kurban ke manusia. Selain itu, pihaknya berharap daging hewan kurban yang dipotong berkualitas.
Selain melibatkan MUI, Dinas Peternakan Jawa Tengah mengeluarkan aturan bahwa hewan kurban yang sudah disembelih harus dipastikan benar-benar mati. Hal itu untuk mencegah penularan penyakit hewan khusus cacing hati yang sering muncul dan mudah menular ke manusia. “Sebelum disembelih, hewan kurban dipuasakan 12 jam,” ujarnya.
EDI FAISOL