TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat Perikanan Nusantara pesimistis terhadap komitmen Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Pasalnya, Instruksi Presiden Joko Widodo soal percepatan pembangunan industri perikanan nasional akan dijalankan sengan baik oleh Menteri Susi.
Menurut Ketua Umum Masyarakat Perikanan Nusantara, Ono Surono, Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional pada 22 Agustus 2016. Dalam peraturan itu, kata dia, Presiden meminta Menteri Kelautan dan Perikanan mengevaluasi peraturan perundang-undangan yang menghambat pengembangan perikanan tangkap, budidaya, pengolahan, serta pemasaran dalam negeri dan ekspor.
Menteri Kelautan dan Perikanan juga diminta untuk menyusun roadmap, bagaimana meningkatkan produksi perikanan tangkap dan budidaya, serta membangun sarana dan prasarana. Berikutnya adalah Menteri Susi diminta menyederhanakan dan mempercepat perizinan.
"Akan tetapi Instruksi Presiden tersebut terindikasi tidak akan dilaksanakan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti," kata Ono Surono melalui siaran persnya yang diterima Tempo, Jumat, 2 September 2016.
Ono mengatakan, kekhawatirannya ini tergambar dari Acara Sosialisasi Inpres dan diskusi yang dilaksanakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan pada Rabu, 31 Agustus. Pada acara tersebut, ujar Ono, stakeholder hanya diberikan pemaparan tentang keberhasilan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Data-data yang diperlihatkan kepada peserta diskusi cenderung hasil rekayasa. "Sehingga seakan-akan produksi perikanan tangkap dan ekspor menunjukkan kenaikan," ujarnya. Padahal, lanjut Ono, angka yang disajikan adalah angka tahun 2012-2015 yang faktanya terjadi penurunan angka produksi dan ekspor di tahun 2015. Volume ekspor turun 20 persen dan nilainya turun 15 persen.
Ono menjelaskan, pada saat diskusi berlangsung, Menteri Susi lebih melayani perdebatan dengan stakeholder tentang aturan perundang-undangan yang selama ini dianggap bermasalah. Menurut dia, Susi juga menantang stakeholder untuk melakukan gugatan hukum terhadap kebijakan yang diambilnya.
"Menjelang akhir acara, situasi semakin ramai karena banyak stakeholder yang meminta waktu untuk berbicara, tetapi menteri mengakhiri acara tersebut tanpa ada penutupan yang baik," ujar Ono yang juga anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat. "Menteri keluar ruangan begitu saja."
Ono mengatakan Menteri Susi seharusnya menyampaikan tentang rencana evaluasi dan langkah lainnya seperti dalam Inpres, lalu mendiskusikannya. Susi, kata dia, juga harus menerima dan menampung pendapat dari stakeholder.
Menteri Susi belum dapat dikonfirmasi penilaian Ketua Umum Masyarakat Perikanan Nusnatara. Namun, sebelumnya, Menteri Susi menjelaskan bahwa potensi ikan di perairan Indonesia mencapai 400 ribu ton. Sayangnya ikan tersebut tak semua dikonsumsi dan diolah masyarakat. "Banyak pencuri," kata Susi di kantornya, Jakarta, Jumat, 26 Agustus 2016.
Dalam enam bulan terakhir, menurut Susi, sebanyak 60 kapal asing ditangkap, lima di antaranya ditangkap di luar Kepulauan Riau. Banyak ikan segar yang diekspor tanpa terdata pemerintah. "Banyak sekali pelabuhan tikus, ekspor ikan mentah fresh banyak tidak tercatat," kata dia.
Susi mengatakan, ikan segar lebih banyak ditangkap di wilayah perbatasan. Di wilayah tersebut, kesempatan untuk menjual ikan ke luar negeri lebih besar. Kondisi ini diperparah oleh masuknya barang selundupan setelah nelayan menjual ikannya. "Rokok, miras, sampai narkoba," kata Susi.
Susi pun menargetkan bisa mendata ikan segar yang diekspor secara ilegal. "Kami berencana melarang pelabuhan tangkahan untuk ekspor langsung," kata Menteri Susi.
REZKI ALVIONITASARI | VINDRY FLORENTIN