TEMPO.CO, Yogyakarta - Pegiat antikorupsi menyesalkan sikap Presiden Joko Widodo yang menyetujui kenaikan penghasilan bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). “Kami percaya sekali kenaikan penghasilan bagi anggota Dewan ini tak akan ada pengaruhnya sama sekali dengan kinerja ataupun potensi korupsi di kalangan DPRD,” kata Koordinator Jogja Corruption Watch Baharudin Kamba, Jumat, 2 September 2016.
Presiden menyetujui rancangan peraturan pemerintah (PP) yang mengatur tambahan dan kenaikan tunjangan anggota dan pimpinan DPRD dalam Rapat Kerja Nasional I Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (Adkasi), akhir Agustus 2016. Kamba menuturkan, dengan gaji dan fasilitas yang sudah “wah” untuk ukuran daerah, DPRD hampir tak pernah menyelesaikan target pembuatan rancangan peraturan daerah yang mereka tetapkan sendiri selama setahun. “Alasannya selalu beragam dan lempar tanggung jawab.”
Anggota DPRD sering tak hadir dalam advokasi atau pendampingan masyarakat menghadapi isu-isu yang berkaitan dengan kesejahteraan rakyat. “Mereka hadir saat tertentu, seperti kampanye pilkada saja.”
Menurut Kamba, sulit mengukur kinerja dan prestasi DPRD karena perspektifnya hanya sebagai petugas partai dan jauh dari konstituen.
Anggota Badan Anggaran DPRD DIY, Dwi Wahyu, menuturkan persetujuan Presiden Joko Widodo menaikkan gaji anggota DPRD patut mendapat apresiasi karena sudah 13 tahun gaji anggota DPRD tak pernah naik. “Kalau jadi, ya, alhamdulillah, semua tergantung pemerintah.”
Dwi enggan merinci gaji anggota Dewan daerah di tingkat provinsi. “Banyak kalau dihitung dengan tunjangan, tapi untuk take home pay Rp 13 jutaan.”
Sumber Tempo di DPRD DIY merinci, gaji anggota DPRD DIY lebih dari Rp 40 juta. Komponen gaji itu meliputi tunjangan perumahan Rp 17,9 juta (belum potong pajak), tunjangan komunikasi Rp 9 juta, gaji pokok Rp 2,5 juta, honor-honor alat kelengkapan Dewan Rp 1,5 juta, transportasi sekali jalan Rp 200 ribu, dan lumpsum perjalanan dalam sehari Rp 2 juta. Belum termasuk saat mereka mendapat honor ketika menjadi panitia khusus raperda. “Jadi bisa Rp 40-50 juta sebulan,” ujarnya.
PRIBADI WICAKSONO