TEMPO.CO, Jakarta - Karyawan PT Billy Indonesia, Edy Janto, keluar dari gedung Komisi Pemberantasan Korupsi pada pukul 16.17 WIB, Kamis, 1 September 2016. Ia baru saja menjalani pemeriksaan terkait dengan korupsi penerbitan izin usaha pertambangan di Sulawesi Tenggara. Ia diperiksa sebagai saksi untuk Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam.
Saat ditanya awak media mengenai perkara korupsi itu, Edy tidak mau berkomentar. "Enggak ada, sorry Pak, sorry," katanya.
Namun wartawan tetap mengejar Edy. Sebelum pergi, Edy menyangkal bahwa dia adalah Edy Janto, yang sedang diperiksa KPK. Asisten pribadi pemilik PT Billy Indonesia itu juga mengatakan dia bukan orang penting. "Saya bukan Edy, saya bukan Edy. Saya bukan Edy, Pak, salah Pak," ujarnya.
Baca: Gelar Perkara Selesai, KPK Akan Panggil Nur Alam
Kamis siang ini, KPK memeriksa lima saksi dari PT Billy dan dua orang dari PT Anugerah Harisma Barakah. Dua perusahaan itu diduga memiliki kaitan dengan kasus suap penerbitan izin pertambangan yang dilakukan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam.
Kelima saksi dari PT Billy Indonesia adalah pemilik Emi Sukiati Lasmon, Direktur Distomy Lasmon, staf keuangan Endang Chaerul, serta karyawan Edy Janto dan Suharto Martosuroyo. Adapun dua saksi dari PT Anugerah adalah Direktur Utama Ahmad Nursiwan dan karyawannya, Widi Aswindi.
Populer:
Heboh Prostitusi Anak Layani Gay, Siapa Saja Pelanggannya?
Terungkap: Sebelum Digerebek, Gatot Brajamusti Dapat Ancaman
Soal Matematika Viral Ini Bikin Heboh 3 Juta Orang
Pengacara: Kematian Mirna Tak Bisa Dipastikan karena Sianida
Dalam perkara tersebut, KPK menetapkan Nur Alam sebagai tersangka dugaan penyalahgunaan kewenangan atas penerbitan rangkaian perizinan usaha tambang PT Anugerah Harisma Barakah pada 2009-2014.
Politikus Partai Amanat Nasional itu diduga mendapat imbal balik saat mengeluarkan izin usaha pertambangan nikel terhadap PT Anugerah di Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara.
MAYA AYU PUSPITASARI