TEMPO.CO, Denpasar - Kepala Kepolisian Daerah Bali Inspektur Jenderal Sugeng Priyanto mengatakan akan melakukan langkah hukum yang lebih tegas untuk mencegah terjadinya tindakan anarkistis dalam demonstrasi penolakan reklamasi Teluk Benoa. Menurut Sugeng, langkah penegakan hukum yang lebih tegas perlu dilakukan sebagai tanggapan atas pembakaran ban bekas di sejumlah lokasi di Denpasar dan Kuta seusai demonstrasi pada Kamis, 25 Agustus 2016.
Akibat kejadian itu, Sugeng mengaku ditelepon langsung oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian. “Peristiwa itu diliput media dan menyebar di media sosial hingga bergaung di dunia internasional,” kata Sugeng pada acara Simakrama (sambung rasa) dengan tokoh masyarakat Bali, Rabu, 31 Agustus 2016.
Sugeng mengatakan peristiwa semacam itu tidak boleh terulang lagi karena bisa membahayakan keamanan Bali dan mengganggu pariwisata.
Polisi, kata Sugeng, tidak berurusan dengan persoalan pro dan kontra proyek reklamasi Teluk Benoa. Bahkan, dia mengakui, aksi demonstrasi sebagai bentuk penyaluran aspirasi juga tidak menjadi masalah bagi kepolisian. Namun, dia menegaskan, bila demonstrasi disertai aksi anarkistis, kepolisian berwenang menertibkan. “Kami bukan mengancam,” ujarnya.
Sugeng berdalih, polisi sebenarnya tidak mau melakukan tindakan tegas. Apalagi menahan demonstran. “Tapi jangan sampai kami terpaksa melakukannya.”
Bila aparat kepolisian membiarkan demonstrasi yang disertai tindakan anarkistis, kata Sugeng, akan ada pihak lain yang merasa dirugikan dan memprotes polisi. “Sebutlah ada ribuan orang yang melakukan aksi, tapi penduduk Bali seluruhnya, kan, lebih dari 4 juta jiwa.”
Menanggapi ancaman Kapolda itu, Koordinator Forbali Wayan Gendo Suardana mengatakan pihaknya tidak akan mempermasalahkan tindakan kepolisian selama sesuai dengan prosedur. Dia hanya meminta polisi juga melihat akar masalahnya. “Warga marah karena aspirasi mereka tidak didengar wakil rakyat dan pemerintahnya.”
Aparat kepolisian juga dinilai berlebihan. Di antaranya melarang warga mengenakan kaus tolak reklamasi saat warga menonton konser dan perusakan terhadap baliho milik warga.
Polisi juga dinilai kurang memberikan perlindungan, sehingga warga dipukuli ketika mengenakan kaus itu saat pembukaan Pesta Kesenian Bali pada Juni lalu. “Itu juga masalah yang harus diatasi,” kata Gendo.
ROFIQI HASAN