TEMPO.CO, Kupang - Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur selama Januari hingga Agustus 2016 menangani delapan kasus perdagangan orang (human traffcking), yang merupakan limpahan dari kepolisian daerah setempat. “Dua kasus di antaranya sedang dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Kupang,” kata Asisten Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur Budi Handaka kepada Tempo, Rabu, 31 Agustus 2016.
Menurut Budi, kasus human trafficking menjadi salah satu kasus yang mendapat prioritas penanganannya. Kasus itu pun menjadi sorotan Presiden Joko Widodo, yang meminta penegak hukum di daerah serius menuntaskannya.
"Dalam menangani kasus human traffcking, jaksa bekerja secara profesional. Kami sangat serius karena kasusnya marak di Nusa Tenggara Timur,” ujarnya.
Baca: Perdagangan Manusia di NTT, 20 TKI Ditukar Sebuah Mobil
Semua berkas perkara kasus human traffcking yang dilimpahkan jajaran Polda Nusa Tenggara Timur diperiksa secara cermat oleh tim jaksa peneliti sebelum dinyatakan sempurna. Karena itu, enam dari delapan berkas kasus yang sudah diperiksa jaksa peneliti dikembalikan ke Polda untuk disempurnakan. “Kalau sudah kami nyatakan sempurna atau P-21, segera kami limpahkan ke pengadilan untuk disidangkan,” ucap Budi.
Salah satu berkas yang perlu disempurnakan terkait tenaga kerja wanita asal Nusa Tenggara Timur, Adolfina Abuk, yang tewas di Malaysia. Jenazahnya dipulangkan ke kampung halamannya dengan penuh luka jahitan. “Berkas perkaranya masih harus disempurnakan,” tuturnya, seraya menjelaskan kasus itu baru mulai ditangani Juli 2016.
Baca: Polda NTT Bongkar Jaringan Perekrut Perdagangan TKI di Desa
Budi menegaskan, jaksa akan menuntut pelaku human trafficking secara maksimal, yakni hukuman penjara selama 15 tahun. Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur sudah menginstruksikan semua kejaksaan negeri di Nusa Tenggara Timur menerapkan hukuman maksimal itu.
Berdasarkan data yang dihimpun Tempo, Polda Nusa Tenggara Timur telah mengantongi nama sejumlah perusahaan yang diduga terlibat dalam kasus human trafficking. Mereka melakukan aksinya di beberapa daerah di Nusa Tenggara Timur untuk merekrut TKI secara ilegal. Beberapa perusahaan itu di antaranya PT CSA Medan, PT MSJ Jakarta, PT MT Jakarta, PT MSJ Jakarta, dan PT RAB Medan.
Baca: Staf Terlibat Human Trafficking, Bandara El Tari Diperketat
Kepala Bidang Humas Polda Nusa Tenggara Timur Ajun Komisaris Besar Jules Abraham Abast menjelaskan, PT CSA Medan memiliki perekrut berinisial DIMS, yang juga menjadi kepala cabang perusahaan itu di Kupang. Dia telah mengirim 20 orang korban ke Jakarta dan Medan.
Polda Nusa Tenggara Timur juga sedang mengusut jaringan lain yang diduga ada kaitan dengan perusahaan-perusahaan itu. Ada jaringan YLR, jaringan WFS/D, jaringan ST, jaringan YN, jaringan NAT/SN, jaringan MF, dan jaringan YP.
Mereka mengurus semua keperluan yang berkaitan dengan pengiriman TKI ilegal. Mulai dokumen kependudukan, seperti kartu tanda penduduk, hingga pemberangkatan para TKI ilegal melalui Bandara El Tari Kupang.
Baca juga: NTT Termasuk Pemasok TKI Ilegal Terbanyak di Indonesia
Sebelumnya, Kepala Kepolisian Resor Kupang Ajun Komisaris Besar Adjie Indra Wietama mengatakan, berdasarkan pengakuan para calo TKI ilegal, harga jual tenaga kerja asal Nusa Tenggara Timur yang dikirim ke Malaysia mencapai Rp 4,5 juta per orang.
Menurut dia, bisnis TKI ilegal juga menggunakan hukum pasar. Pada saat kebutuhannya tinggi, harga jualnya akan semakin mahal. "Khusus harga jual TKI untuk dalam negeri hanya berkisar antara Rp3-4 juta per orang," katanya, seraya menjelaskan, jumlah TKI ilegal yang diberangkatkan ke Medan dan Malaysia selama 2015 dan 2016 mencapai 1.667 orang.
YOHANES SEO