TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Retno L.P. Marsudi mengatakan pemerintah masih mengupayakan penyelamatan warga negara Indonesia yang disandera di Filipina Selatan.
Dalam durasi 2 bulan—sejak penyanderaan terjadi pada Juni 2016—dua dari sebelas sandera, yang merupakan warga negara Indonesia, telah bebas.
"Kami terus bekerja di tempat masing-masing. Dari segi diplomatik kami jalankan," ujar Retno di kompleks Kementerian Luar Negeri, Pejambon, Jakarta Pusat, Selasa, 30 Agustus 2016.
Menurut Retno, komunikasinya dengan pemerintah Filipina tak pernah putus. "Hari ini (kemarin), saya melakukan kontak dengan Manila beberapa kali untuk mendapatkan informasi di lapangan seperti apa," ujar Retno.
Retno menyebut kondisi perairan Sulu, yang menjadi lokasi tawanan WNI, masih dinamis. Salah satu pemicunya operasi militer yang dilancarkan pasukan militer Filipina.
Retno mengatakan pihaknya terus mengirim pesan khusus kepada pemerintah Filpina. Ia meminta pihak Filipina memastikan keselamatan para sandera.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan dua WNI yang lolos dari penyandera sudah kembali ke Indonesia setelah menjalani sejumlah proses.
"Biarlah penenangan dulu. Diharapkan (penyelamatan) yang lain segera selesai," tutur Wiranto di depan rumah dinasnya, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa sore.
Dua sandera yang telah kembali ke Indonesia adalah Muhammad Sofyan dan Ismail. Keduanya merupakan anak buah kapal TB Charles milik PT Rusianto bersaudara. Mereka diculik pada 21 Juni 2016 dan berhasil melarikan diri.
Kepulangan mereka pada Sabtu lalu sengaja ditutupi pemerintah karena permintaan privasi dari pihak keluarga.
Saat ini masih ada sembilan WNI yang belum jelas nasibnya. Mereka adalah lima awak kapal Charles dan empat WNI dari dua kasus penculikan yang terjadi di perairan Sabah, Malaysia, pada Juli dan Agustus 2016.
YOHANES PASKALIS