TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Muhammad Jafar Hafsah mengatakan persoalan waktu pemberangkatan jemaah haji Indonesia butuh terobosan khusus.
Apalagi dengan tertangkapnya jemaah haji asal Indonesia di Filipina yang tengah menjadi sorotan. “Peristiwa ini terjadi karena penyelenggaraan haji masih belum ditanggapi dengan baik, manajemen belum berjalan lancar, dan pengawasan serta evaluasi jemaah haji masih lemah," kata Jafar dalam pernyataan tertulisnya, Senin, 29 Agustus 2016.
Dalam data terakhir yang dirilis Polri, 185 calon haji Indonesia ditangkap di Bandar Udara Internasional Ninoy Aquino, Jumat, 19 Agustus 2016. Mereka ketahuan menggunakan paspor Filipina.
Jafar berharap, Kementerian Agama mampu memotong mata rantai supaya orang tidak terlalu lama indent menunggu jadwal keberangkatan haji. Sebab, menurut dia, akar masalah adanya pemberangkatan haji ilegal ialah lamanya waktu pemberangkatan tersebut di Indonesia.
"Perlu perlakuan khusus bagi Indonesia dengan menambah kuota haji, bahkan jika perlu melampaui angka proporsional yang biasanya," ucap Jafar. Menurut dia, Indonesia, sebagai negara dengan penduduk beragama Islam terbesar di dunia, wajar meminta kuota besar. Saat ini ketersediaan kuota haji yang dapat diberangkatkan setiap tahun relatif kecil.
Setelah terjadi pembangunan Masjidil Haram, kuota haji Indonesia malah diperkecil. Akibatnya, jumlah calon haji yang diberangkatkan semakin sedikit. Calon haji yang diberangkatkan semula menunggu 10 tahun, berangsur-angsur menunggu hingga 20 tahun. Daftar tunggu di daerah malah 30 tahun.
“Keinginan yang tinggi disertai ketersediaan dana yang cukup untuk berhaji terkendala masalah kuota. Kalaupun berangkat, mereka sudah tua, atau mungkin sudah meninggal, dan baru mendapatkan jatah berhaji,” ujar Jafar.
Menurut Jafar, memotong siklus supaya tidak perlu berlama-lama antre berhaji bisa dilakukan dengan mengurus visa undangan. Menurut dia, ada jatah kuota undangan dari pemerintah Raja Saudi Arabia. Selain itu, bisa menggunakan jatah orang meninggal yang otomatis tidak bisa berangkat. Cara terakhir adalah menggunakan visa negara lain.
Asumsi di negara lain ada sisa kuota haji yang tidak dapat dipenuhi digunakan para agen tidak bertanggung jawab untuk mengakali kuota tersebut. “Dan yang mengejutkan, ada agen perjalanan haji yang menggunakan visa palsu negara lain," tutur Jafar.
MAYA AYU PUSPITASARI