TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan motif pelaku bom di Gereja Santo Yosep, Medan, belum jelas. "Kami belum jelas tahu apa itu sebenarnya, karena ada yang bilang sentimen pribadi," kata dia, Senin, 29 Agustus 2016, di Istana Wakil Presiden, Jakarta. Kalla meminta semua pihak menunggu pemeriksaan polisi.
Irvan Armadi hasugian berupaya mengebom Gereja Santo Yosep pada Minggu. 28 Agustus 2016 Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan pelaku yang masih berusia 17 tahun itu tidak diperintah siapapun dalam melakukan aksinya. Aksi itu adalah inisiatif sendiri hasil belajar di internet. "Ia belajar di warnet milik kakaknya. Sehari-hari aktif dia di warnet itu," ujar Wiranto, Senin, 19 Agustus 2016, di Istana Kepresidenan, Jakarta.
Wiranto mengatakan selama di warnet, salah satu yang dipelajari pelaku adalah gerakan terorisme yang berkaitan dengan Abu Bakar Al Baghdadi. Dia mempelajari figur itu secara rutin hingga sampai ke level terobsesi.
Selain itu, kata Wiranto, Ivan juga mempelajari cara membuat bom. Bom-bom yang dia pelajari pembuatannya memakai bahan dasar kabel, tembaga trafo, bubuk mesiu, batere, bohlam lampu, pipa gorden, dan masih banyak lagi. "Dia bikin bom di punggungnya sampai 6 batang dari pipa gorden. Ternyata tidak meledak besar, meledaknya kayak petasan," ujar Wiranto.
Wiranto mengatakan kasus Ivan menunjukkan bahwa internet bisa menjadi hal berbahaya apabila penggunaannya anak di bawah umur tidak didampingi orang tua. Info-info yang menyesatkan di internet, kata Wiranto, apabila terus dicekoki ke anak di bawha umur pada akhirnya akan mereka anggap sebagai kebenaran juga.
Menurut Kalla, konten apa pun bisa dipelajari dari internet, bukan hanya cara membuat bom. Tapi di luar itu, sebuah tindakan tentu mempunyai motif. " Belajar di internet itu hanya cara. Motifnya diketahui dalam pemeriksaan nanti," kata Kalla.
AMIRULLAH | ISTMAN MP