TEMPO.CO, Jakarta - Polisi belum mendeteksi kaitan antara IAH, pelaku teror di Gereja Katolik Stasi Santo Yoseph, Medan, dan kelompok teroris. Aksi IAH yang berusia 17 tahun dilakukan pada Minggu, 28 Agustus 2016, pukul 08.30 WIB.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Kepolisian RI Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar menduga, motif pelaku adalah dendam pribadi. “Karena dia begitu mengincar pastor (Albert S. Pandingan),” kata Boy saat dihubungi Tempo, Minggu, 28 Agustus 2016.
Pada saat itu, IAH melukai pastor Albert sebelum pria berusia 60 tahun itu berkhotbah. Sebelum beraksi, tas ransel IAH mengeluarkan percikan api dan asap. Tas ransel tersebut diketahui berisi tiga bom pipa berdaya ledak rendah.
Boy tak menutup kemungkinan serangan IAH merupakan aksi teror. Namun, sejauh ini, IAH belum terdeteksi bergabung dengan kelompok teroris mana pun. “Kami akan dalami,” ujarnya.
Ketua Dewan Pastoral Stasi Santo Yoseph Doktor Mansyur Penetua Benar Ginting mengatakan peristiwa terjadi pukul 08.30 WIB. Dia bercerita, awalnya IAH duduk di bangku tengah dan membaur dengan jemaat yang sedang membaca Injil.
Menurut Ginting, jemaat bergegas membekuk IAH setelah Albert dilukai. Jemaat pun memadamkan asap dari dalam tas IAH. Sebagian lain langsung menghubungi polisi.
IAH, yang lulusan salah satu SMA negeri di Medan, merupakan bungsu dari tiga bersaudara. Ayahnya mantan pengacara dan ibunya pegawai negeri sipil di Pemerintah Kota Medan.
Salah satu sumber menyebut, pada 26 Agustus 2016, sekitar pukul 21.00 WIB, kakak perempuan IAH mendengar suara ledakan di atas rumahnya di Jalan Setiabudi, Medan. Diduga, IAH melakukan percobaan dengan bom pipa yang dirakit.
Satu pekan sebelumnya, ibunya menerima paket untuk IAH berupa pupuk urea. Dari pemeriksaan di rumahnya, ditemukan detonator rakitan, pipa, aluminum foil, kabel, pupuk urea, dan buku-buku tentang robot.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sumatera Utara Komisaris Besar Nur Falah memastikan tidak ada yang meledak di dalam gereja. Polisi menyita barang bukti berupa sepeda motor, pisau, ransel berisi benda yang terdiri atas pipa dan lilitan kabel, yang diduga dijadikan bom, serta pakaian.
Nur Falah belum dapat memastikan apakah aksi IAH berkaitan dengan kelompok teroris, terutama jaringan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), meski di tas nya ditemukan tulisan mirip lambang bendera ISIS.
Albert menolak berkomentar ihwal insiden yang melukainya. “Semua sudah diserahkan kepada pihak berwajib. Saya tidak dalam posisi memberi pendapat,” ujarnya dengan lengan kiri yang diperban.
Sekretaris Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Benny Susetyo mengimbau umat Katolik tidak terpengaruh peristiwa tersebut.
Umat Katolik, kata dia, harus tetap bersikap tenang dan tidak perlu khawatir berlebihan. “Kami percaya umat beragama tidak akan terpancing. Katolik tidak akan membalas. Harus selalu melakukan tindakan cinta dan tidak boleh menghakimi agama lain,” ucapnya.
DEWI SUCI RAHAYU | SAHAT SIMATUPANG | MARIA HASUGIAN | ANTARA