TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Direktorat Jenderal Imigrasi mencegah Direktur PT Billy Indonesia Widdi Aswindi ke luar negeri. Kepala Biro Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan pencegahan Widdi terkait dengan kasus dugaan korupsi yang menjerat Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam.
"Pencegahan yang dilakukan dengan tujuan, apabila sewaktu-waktu penyidik membutuhkan keterangan, mereka tidak sedang berada di luar negeri," kata Priharsa di kantornya, Jumat, 26 Agustus 2016. Selain Widdi, KPK menetapkan status cegah terhadap dua orang lain, yakni pemilik PT Billy Indonesia, Emi Sukiati Lasimon, serta Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Sulawesi Tenggara Burhanuddin.
Pada Selasa lalu, KPK menetapkan Nur Alam sebagai tersangka dugaan penyalahgunaan kewenangan atas penerbitan rangkaian perizinan usaha tambang PT Anugrah Harisma Barakah pada 2009-2014. Politikus Partai Amanat Nasional itu diduga mendapat imbal balik saat mengeluarkan izin usaha pertambangan nikel terhadap PT Anugrah Harisma Barakah di Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara.
Imbal balik itu terungkap dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan sejak 2013. Nur Alam diduga menerima aliran dana sebesar US$ 4,5 juta atau setara dengan Rp 50 miliar dari Richcorp Internasional yang dikirim ke bank di Hong Kong dan sebagian di antaranya ditempatkan pada tiga polis AXA Mandiri. Polis tersebut kemudian diduga dibatalkan Nur Alam dan dikirim ke beberapa rekening baru.
Richcorp, melalui PT Realluck International Ltd (saham Richcop 50 persen), merupakan pembeli tambang dari PT Billy Indonesia. Kantor PT Billy, yang terafiliasi dengan PT Anugrah Harisma Barakah di Pluit, Jakarta Utara, sudah digeledah penyidik. Adapun Widdi diduga juga pernah mengirim duit kepada Nur Alam.
MAYA AYU PUSPITASARI