TEMPO.CO, Padang - Rupanya advokat senior Todung Mulya Lubis menuliskan peristiwa penting yang dialaminya dan dibacanya ke dalam buku catatan harian. Catatan-catatan itulah yang kini ia tuangkan dalam sebuah buku yang diberi judul Catatan Harian Todung Mulya Lubis Ke-2.
"Ini bukan buku yang berisi teori-teori hukum. Ini hanya catatan yang harian," ujar Todung saat peluncuran dan bedah bukunya itu di kampus Universitas Andalas (Unand), Kota Padang, Sumatera Barat, Kamis, 25 Agustus 2016.
Buku dengan 560 halaman itu menceritakan pengalaman Todung selama 2010. Pegiat antikorupsi ini, misalnya, menuliskan perseteruan antara Kepolisian RI dan Komisi Pemberantasan Korupsi, yang dikenal dengan istilah “Cicak Vs Buaya”. Saat itu, Todung ditunjuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai anggota Tim Delapan.
Todung juga menuliskan peristiwa penemuan sel mewah narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Pondok Bambu, yang dihuni napi kasus korupsi Artalyta Suryani alias Ayin. Begitu juga kasus korupsi perwira polisi, Susno Duadji, yang tak luput dari catatan pria kelahiran Muaro Botung ini.
Kata Todung, buku ini tidak hanya menceritakan peristiwa hukum, tapi juga membahas politik, ekonomi, dan hak asasi manusia (HAM). Makanya, dia berharap buku ini bisa menjadi referensi bagi masyarakat.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md. mengatakan ia mengaku kagum akan kedisiplinan Todung dalam menulis. "Dia bisa menulis setiap hari tentang berbagai persoalan di negara ini," ujarnya. "Buku ini bukan karya ilmiah, melainkan sumber untuk menulis karya ilmiah."
Mahfud menilai ada banyak nilai kehidupan yang bisa digali dari buku itu. Buku ini bisa dijadikan sumber informasi dalam pelbagai bidang.
Mahfud menyarankan sebaiknya buku ini diklasifikasikan sesuai dengan tema, misalnya tentang hukum, politik, HAM, dan keluarga. Masing-masing diberi judul-judul kecil, "Agar lebih tertata."
Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Unand Saldi Isra, dalam kesempatan yang sama, mengatakan buku Todung ini bukan sebatas catatan keseharian, tapi juga menunjukkan sikap kritis Todung terhadap perkembangan hukum, politik, dan kehidupan bernegara. Pembaca, kata dia, bisa melacak perjalanan Indonesia melalui buku ini. "Ini bukan buku harian bisa. Tapi di sini terlihat Bang Todung memainkan banyak peran," ucapnya.
ANDRI EL FARUQI