TEMPO.CO, Jakarta - Bos Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar mencabut status cegah-tangkal dirinya ke luar negeri. Adapun taipan properti itu dicegah bepergian ke luar negeri sejak 1 April lalu untuk kepentingan pengusutan perkara suap reklamasi teluk Jakarta.
Kepala Biro Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha membenarkan pengajuan pencabutan status cekal terhadap Aguan. Priharsa mengatakan setelah menerima permintaan tersebut, KPK tidak mengabulkannya. "Memang ada permintaan pengajuan tapi ditolak," kata Priharsa di kantornya, Jumat, 26 Agustus 2016.
Priharsa mengaku tak mengetahui alasan Aguan meminta KPK mencabut cekal tersebut. Namun, ia memastikan saat ini satus cegah Aguan masih berlaku. "Habisnya awal Oktober," katanya.
Menurut Priharsa, KPK menolak permohonan Agua karena penyidik masih membutuhkan keterangan yang bersangkutan dalam penanganan perkara suap reklamasi.
Adapun Aguan dicegah ke luar negeri karena kepentingan penyidikan kasus suap reklamasi teluk Jakarta. Namanya kerap disebut-sebut dalam rasuah tersebut.
Dalam perkara korupsi ini, KPK menetapkan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi sebagai tersangka. Politikus Partai Gerindra ini diduga menerima uang suap sebesar Rp 2 miliar dari bos Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja untuk menurunkan kontribusi tambahan sebesar 15 persen dalam proyek reklamasi. Aguan sudah beberapa kali diperiksa sebagai saksi terkait rasuah tersebut.
Permohonan pencabutan status cekal Aguan disampaikan oleh kuasa hukumnya, Kresna Wasedanto, beberapa pekan lalu. Saat dikonfirmasi, Kresna tak membantah maupun membenarkan. "Bisa ditanyakan ke KPK semua kewenangan KPK ya," kata Kresna.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Tempo, kelima pimpinan KPK akan mengadakan rapat untuk membahas permohonan pencabutan status cekal Aguan, siang ini, Jumat, 26 Agustus. Informasi awal, ada dua pimpinan KPK yang setuju dengan pencabutan status cekal Aguan, tiga pimpinan KPK lainnya belum mengambil sikap.
Kelima pimpinan KPK yang dikonfirmasi lewat pesan singkat belum menjawabnya. Namun, Priharsa mengatakan bahwa informasi itu tidak benar. "Ah, ngarang!" katanya.
MAYA AYU PUSPITASARI