TEMPO.CO, Jakarta - Pemerhati hak asasi manusia Koalisi Masyarakat Sipil Internasional untuk Papua meluncurkan laporan hak asasi manusia 2015. Laporan tersebut meliputi berbagai kejadian dugaan pelanggaran HAM di Papua sejak April 2013 hingga Desember dua tahun lalu.
Peneliti dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Budi Hernawan, mengatakan laporan ini adalah laporan keempat sejak koalisi pemerhati Papua ini didirikan 13 tahun lalu. "Laporan ini bukan kebetulan atau pengamatan pendek, melainkan pengamatan selama 13 tahun di tanah Papua," kata Budi di kantor LBH Jakarta, Jumat, 26 Agustus 2016.
Menurut Budi, pengamatan ini berbeda karena menyertakan rekomendasi spesifik yang ditujukan kepada pemerintah pusat dan daerah. "Pemerintah daerah sering dilewati. Dalam laporan ini, ada rekomendasi seperti strategi pelayanan kesehatan. Ini yang perlu diakomodasi," ucap dia.
Ia menyoroti pula perhatian publik terhadap Papua yang masih sangat minim. Menurut dia, berita Papua yang beredar di media sosial sering kali tidak muncul di arus utama media. "Kebakaran rumah di Jakarta masuk media mainstream," kata dia. "Penculikan ribuan orang Papua tidak ada yang meliput."
Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Adriana Elisabeth mengatakan pentingnya pendekatan dialogis dalam isu pelanggaran HAM di Papua. Ia berharap pendekatan dialogis tak mereduksi isu di Papua menjadi hanya isu infrastruktur. "Ini soal kebebasan berekspresi orang Papua," ujar dia.
Ia mengatakan pemerintah harus akuntabel dalam penyelesaian berbagai persoalan di Papua. "Celakanya, di sektor birokrasi, persoalannya adalah penyerapan anggaran," kata Adriana.
ARKHELAUS W.