TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana uji materi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak pada Rabu, 27 Juli 2016. Agenda sidang adalah perbaikan permohonan meliputi tiga perkara.
Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia mempersoalkan ketentuan Pasal 1, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 11, Pasal 19, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23 UU Pengampunan Pajak. "Para pemohon menilai ketentuan itu melukai rasa keadilan masyarakat karena bersifat diskriminatif." Demikian alasan permohonan itu sebagaimana keterangan tertulis yang disampaikan di Jakarta, Rabu, 24 Agustus 2016.
Leni Indrawati yang mengajukan uji materiil untuk konteks perpajakan tidak sejalan dengan ketentuan konstitusi di mana lembaga pajak yang seharusnya bersifat memaksa. "Namun adanya ketentuan itu, sifat lembaga pajak berubah menjadi kentut bahkan menjadi negotiable," katanya.
Sedangkan Yayasan Satu Keadilan menyatakan terjadi pergeseran filosofis dalam sistem perpajakan yang semula memiliki sifat memaksa menjadi sistem perpajakan yang kompromis melalui sistem pengampunan itu.
Pada sidang perdana, majelis hakim memberikan saran perbaikan. Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna meminta agar pemohon memperbaiki kedudukan hukum pemohon sebagaimana diatur Pasal 51 Mahkamah Konstitusi. "Ada perbedaan kedudukan hukum untuk pemohon perseorangan dengan LSM. Ini harus diperbaiki, kalau kedudukan hukum tidak jelas bisa diputus no," katanya.
Hakim Aswanto mengatakan pemohon perseorangan harus dijelaskan kedudukan hukumnya. "Bagaimana pemohon akan membuktikan kedudukan hukumnya sebagai pelajar yang terlanggar hak konstitusionalnya akibat UU Pengampunan Pajak? Apa dengan NPWP? Ini perlu diperhatikan."
ARKHELAUS WISNU